Minggu, 14 November 2010

House of Sand and Fog: Jangan Keras Kepala!

Hari Sabtu kemarin, seperti biasa saya menantikan acara World Cinema di Metro TV. Kemarin, giliran film yang dibintangi Jennifer Connelly, House of Sand and Fog (2003) ditayangkan. Film ini menurut saya adalah jenis silent drama yang cerita tragisnya bisa membuat kita merasa sangat iba dengan tokoh-tokohnya (mungkin akan mengundang air mata bagi para wanita. Haha…). Rotten Tomatoes dan IMDb memberi film ini rating masing-masing 7.1/10 dan 7.8/10. Film yang diangkat dari novel laris karya Andre Dubus III ini berhasil dinominasikan untuk 3 gelar Oscar 2004 dalam kategori Best Actor (Ben Kingsley), Best Actress in a Supporting Role (Shohreh Aghdashloo), dan Best Music Original Score (James Horner). Tak heran saya pun semangat sekali ketika film ini ditayangkan di televisi. Film ini membuat saya merenungkan sifat manusia yang seringkali egois dank eras kepala, bahkan sampai merugikan dirinya sendiri dan orang lain.


House of Sand and Fog bercerita tentang Kathy Nicolo (Connelly), seorang wanita muda yang diwariskan sebuah rumah cantik sederhana di tepi laut oleh mendiang ayahnya. Rumah tersebut adalah tempat Kathy dan saudaranya dibesarkan, sebuah rumah hasil kerja keras sang ayah. Setelah ditinggal suaminya yang tak menginginkan kehadiran buah hati dalam penikahan mereka, Kathy mengalami depresi berat, sehingga ia tak memerhatikan urusan-urusan lain, termasuk pajak bisnis yang harus dibayarkannya selama beberapa bulan. Meski kasus tunggakan tersebut telah diselesaikan di pengadilan, namun ternyata rumah tersebut dinyatakan disita dan dilelang. Ia pun terpaksa tinggal di motel sementara waktu.


Massoud Amir Behrani (Ben Kingsley) adalah seorang mantan kolonel berpangkat tinggi yang menjadi imigran dari Iran. Ia, istrinya Nadereh (Shohreh Aghdashloo), dan kedua anaknya Esmail (Jonathan Ahdout) dan Soraya (Navi Rawat) meninggalkan Tanah Airnya karena konflik yang terjadi di sana. Sebagai keluarga imigran, Behrani khawatir akan kondisi perekonomiannya di negeri orang dan hal ini mendorongnya melakukan apapun untuk mempertahankan hidup diri dan keluarganya, termasuk hidup berpindah-pindah demi mendapatkan keuntungan dari penjualan propertinya. Suatu hari, Behrani yang telah mengumpulkan uang hasilnya bekerja sebagai pekerja bangunan melihat pengumuman lelang bungalow yang indah di surat kabar. Setelah melihat lokasinya, ia pun setuju membeli rumah tersebut dari pelelangan yang diselenggarakan pengadilan daerah. Rumah tersebut adalah rumah Kathy Nicolo, yang sedang diperjuangkan untuk direbut kembali. Kathy yang mendapat dorongan semangat dari Lester Burdon, seorang deputi polisi bertipikal simpatik yang ditugaskan menyita rumahnya, mulai bangkit untuk menempuh jalur hukum. Pengacara Connie Walsh (Frances Fisher) pun disewanya, namun cara ini tak menemui hasil karena sikap keras kepala Behrani yang tak ingin menjual kembali rumah tersebut kepada pengadilan daerah kecuali ia dibayar 4 kali lipat dari harga belinya. Berbagai pendekatan lain pun dilakukan Kathy, mulai dari berbicara langsung dengan Behrani, istrinya yang lemah lembut Nadereh, sampai pada ancaman deportasi yang dilancarkan olehnya dan Burdon. Namun semuanya mengalami kegagalan.

Di sini, konflik yang terjadi menggambarkan dilema yang dihadapi oleh masing-masing pihak yang berseteru. Behrani yang selalu diliputi perasaan cemas akan ekonomiya sehingga membuat ia haus akan keuntungan materil dan di sisi lain ada Kathy yang tak rela rumahnya yang penuh kenangan “dirampas”. Kedua tokoh ini sama-sama keras kepala dan egois, mementingkan diri mereka masing-masing.Hingga akhirnya, Kathy yang putus asa mencoba bunuh diri di depan rumah Behrani dan Burdon datang dengan menodongkan sepucuk pistol. Setelkah semalaman dikurung dalam kamar mandi, Behrani dan Burdon sepakat untuk menjual rumah tersebut kembali kepada pengadilan daerah. Namun, setelah sampai di pengadilan, Behrani dan anaknya Esmail berontak dan menyerang balik Burdon. Esmail menodongkan pistol kepada Burdon yang dibekuk Behrani. Situasi menengangkan tak terhindarkan. Para polisi yang leihat kejadian tersebut ikut mengangkat senjata dan akhirnya Esmail tertembak mati.

Setelah Behrani kehilangan anaknya yang dicintai, barulah ia sadar akan keegoisannya, akan keangkuhan dan ketamakannya. Ia pun depresi berat sampai akhirnya meracuni istrinya dan mengakhiri hidupnya dengan “indah” melalui jeratan plastik di ranjang. Sosok Kathy yang mulai merasa putus asa pun menjadi bimbang atas konflik yang dialaminya. Setelah mengenal keluarga Behrani yang memprihatinkan, ia ragu untuk meneruskan usahanya merebut kembali rumahnya. Ketika akhirnya ia mendapati Behrani dan Nadereh meninggal, rasa bersalah tak terhingga pun menghinggapi dirinya, Ia hanya bias berkubang denga derai air matanya, di antara dua tubuh tak bernyawa di sebuah ranjang cantik dalam rumah di tepi pantai. Sementara itu, nasib tragis juga dialami Burdon yang harus dihukum karena usahanya mengintimidasi keluarga Behrani. Kisah cintanya dengan Kathy pun tak pernah berlanjut.

Film ini membuat saya berpikir akan egoisme dan ketamakan manusia. Seringkali, manusia bersikap keras kepala demi kepentingan pribadinya. Anggota DPR yang keras kepala mengadakan studi banding keluar negeri misalnya, membuat hati rakyat tersakiti melihat uang mereka dihambur-hamburkan demi kepentingan mereka semata. Atau KBIH yang tak berizin yang keras kepala meberangkatkan jemaah haji nonkuota demi mengeruk keuntungan dari mereka, tak peduli jemaah tersebut nantinya luntang-lantung di tanah suci. Semuanya menggambarkan manusia yang telah menjadi homo homini lupus, manusia adalah serigala bagi manusia lainnya. It's 4 out of 5 stars for me. Ada yang punya komentar?






Watch this if you liked:

Gran Torino (2008)
Director: Clint Eastwood
Stars: Clint Eastwood, Bee Vang, Christopher Carley
Genre: Drama
Runtime: 116 minutes

Good Will Hunting (1997)

Director: Gus Van Sant
Stars: Matt Damon, Robin Williams, Minnie Driver
Genre: Drama
Runtime: 126 minutes

Sebagai seorang yatim piatu yang diangkat oleh ayah ringan tangan, Will tumbuh menjadi pria yang tidak bisa dekat dengan orang lain, termasuk dalam urusan wanita. Absennya kasih sayang dalam kehidupan Will membentuknya menjadi pribadi tertutup, tidak percaya pada rasa cinta dan kasih sayang yang diberikan orang lain, dan tempramental. Namun, di luar semua itu, Will adalah pemuda yang jenius dalam bidang sains...

Kamis, 04 November 2010

Arsitektur Biologis Kontemporer

Beberapa tahun terakhir, isu pemanasan global menjadi masalah kritis yang semakin disadari oleh banyak manusia di muka bumi. Tidak seimbangnya ekosistem alam, gejala cuaca ekstrem yang semin sulit diprediksi, dan bencana alam dalam berbagai skala dan fenomena mulai menjadi pembahasan hangat di setiap negara. Para pemimpin bangsa di berbagai belahan dunia pun berkumpul untuk membahas masalah pemanasan global ini, sebab bumi ini adalah tempat tinggal manusia bersama, sehingga penyelesaiannya pun harus dilakukan bersama-sama. Selain itu, berbagai komunitas dan lembaga swadaya masyarakat yang peduli akan lingkungan menjamur di mana-mana. Mereka membuat gerakan sadar lingkungan.

Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup adalah dengan menciptakan bangunan yang ramah lingkungan, baik dari segi rancang bangun (desain) maupun material bangunannya . Saat ini bukan waktunya untuk berlomba-lomba membuat bangunan pencakar langit, tetapi lebih dari itu, kita juga perlu memikirkan bangunan yang ramah dengan alam lingkungan, sehingga tercipta keseimbangan alam yang harmonis.

Dalam arsitektur dikenal istilah arsitektur biologis, yaitu pengetahuan tentang hubungan integral antara manusia dan lingkungan hidup. Istilah arsitektur biologis diperkenalkan oleh beberapa ahli bangunan, antara lain Prof. Mag.arch, Peter Schmid, Rudolf Doernach dan Ir. Heinz Frick. Sebenarnya, arsitektur biologis bukan merupakan hal yang baru, sebab sejak ribuan tahun yang lalu nenek moyang kita telah menerapkan konsep dasar dari arsitektur biologis ini, yaitu dengan membangun rumah adat (tradisional) menggunakan bahan-bahan yang diambil dari alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan mempertimbangkan rancang bagun yang dapat tahan dengan segala macam ancaman alam, seperti hewan buas dan bencana seperti banjir, longsor, gempa, dan lain-lain. Rumah adat yang berbentuk rumah panggung adalah contoh dari arsitektur biologis masyarakat Indonesia zaman dahulu. Pada peristiwa gempa di Padang tahun lalu, rumah adat ini terbukti lebih kokoh dibanding dengan rumah atau bangunan lain, karena bobotnya yang ringan, terbuat dari bambu dan kayu.

Di era modern seperti sekarang, menggunakan arsitektur biologis bukan tidak mungkin, apalagi di saat kondisi bumi mengalami perubahan drastis yang disebabkan pemanasan global. Namun, tentu kita tidak harus membangun bangunan yang sama persis dengan rumah adat, karena kondisi lingkungan saat ini tidak lagi memungkinkan kita untuk membuatnya. Yang mungkin kita lakukan adalah dengan mencoba membuat rancang bangun rumah yang efisien akan sumber daya (seperti listrik) tanpa mengurangi kenyaman bagi penghuni rumah itu sendiri. Selain itu, pentingnya pendekatan ekologis seperti ramah lingkungan, ikut menjaga kelangsungan ekosistem, menggunakan energi yang efisien, memanfaatan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui secara efisien, menekanan penggunaan sumber daya alam yang dapat diperbarui dengan daur ulang dalam membangun lingkungan akan turut meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Hal ini menjadi konsep arsitektur biologis saat ini menjadi lebih kontemporer.

Para ahli bangunan dan desainer interior telah banyak memberikan saran dalam pembangunan rumah ramah lingkungan, misalnya pendapat Yeang, seorang ahli bangunan Cina yang menerapkan integrasi kondisi ekologi, yang dilalakukan dengan tiga cara, yaitu pertama, integrasi fisik dengan karakter fisik ekologi setempat, meliputi keadaan tanah, topografi, air tanah, vegetasi, iklim dan sebagainya. Kedua, integrasi sistim-sistim dengan proses alam, meliputi: cara penggunaan air, pengolahan dan pembuangan limbah cair, sistimpembuangan dari bangunan dan pelepasan panas dari bangunan dan sebagainya. Ketiga, integrasi penggunaan sumber daya yang mencakup penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan (Yeang, 2006).

Dewasa ini, mulai banyak rimah-rumah yang membuat panel tenaga surya untuk membantu memnuhi kebutuhan listrik di rumah, jadi tidak hanya bergantung pada sumber daya listrik pemerintah yang menggunakan bahan bakar yang tidak terbaharui. Selain itu, penanaman taman di atap (roof garden) dan membuat lubang resapan di halamn rumah juga membantu dalam mengurangi risiko polutan yang terserap dan bencana banjir. Hal yang juga penting untuk dilakukan adalah menggunakan barang-barang kayu (meubel) yang telah bersertifikat, sebagai tanda material pembuat meubel tersebut adalah bukan dari hasil pembalakan liar. Kita pun perlu meningkatkan kesaran masyarakat akan hal ini, sebab di negara-negara maju seperti Amerika, kesadaran untuk memakai bahan bangunan dan perabot yang legal telah digalakkan secara optimal.
Tujuan perancangan arsitektur melalui pendekatan arsitektur adalah upaya ikut menjaga keselarasan bangunan rancangan manusia dengan alam untuk jangka waktu yang panjang. Keselarasan ini tercapai melalui kaitan dan kesatuan antara kondisi alam, waktu, ruang dan kegiatan manusia yang menuntut perkembangan teknologi yang mempertimbangkan nilai-nilai ekologi, dan merupakan suatu upaya yang berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup.


Referensi
C., Wanda Widigdo dan I Ketut Canadarma. 2008. Pendekatan Ekologi pada Rancangan Arsitektur, sebagai Upaya Mengurangi Pemanasan Global. Makalah PDF diunduh dari http://fportfolio.petra.ac.id/user_files/82008/TEK%201%20Pendekatan%20ekologi%20wanda%20UKP.pdf
Frick, H. dan Tri Hesti Mulyani. 2006. Arsitektur Ekologis. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Sugianto, Agus. 2005. Ilmu Lingkungan: Sarana Menuju Masyarakat Berkelanjutan. Surabaya: Airlangga university Press.