Senin, 31 Mei 2010

Apresiasi Diri, Pentingkah?

Sepanjang hidup, manusia memiliki banyak kebutuhan dan dihadapkan pada bayak pilihan. Jadi, manusia memang akrab dengan dunia pilihan dan memilih, karena dua hal tersebut menjadi sesuatu yang niscaya dalam kehidupan manusia. Kalau dipikir-pikir, hidup itu juga merupakan serangkaian proses memilih, di mana pilihan-pilihan yang kita ambil akan saling berhubungan satu sama lain.

Masalahnya, tentu kita tak bisa sembarang memilih suatu pilihan, karena setiap pilihan ada konsekuensinya bukan? Bahkan ketika kita telah menjatuhkan pilihan, terkadang kita masih memikirkan efektivitas atau ketepatan keputusan tersebut. Walhasil, seringkali kita berpikir dalam hati, "Aduuuh... Bagus nggak ya, yang tadi saya pilih?"

Well, sebenarnya ini cuma berbagi hal yang baru-baru ini saya rasakan setelah memilih jurusan untuk jenjang pendidikan di perguruan tinggi. Setelah menentukan pilihan, saya bertanya-tanya akan ketepatan pilihan tersebut, apakahmemang benar berprospek cerah, menguntungkan, atau justru sudah basi dan tak lagi terlalu dibutuhkan. Padahal sebenarnya pertanyaan-pertanyaan itu sudah pernah tayang di alam pikiran saya, dan sudah berhasil saya jawab. Namun, tetap saja, pertanyaan-pertanyaan itu kembali muncul di benak saya. Akhirnya, pertanyaan-pertanyaan itu membuat hati dan pikiran saya lelah.

Sejenak berpikir kembali, saya memutuskan untuk membuang jauh-jauh semua pemikiran yang tadi ada di otak saya. Saya pikir, lebih baik saya mensyukuri pilihan saya itu, bersiap untuk menjalaninya, dan tetap berusaha menjadi yang terbaik. Bagi saya, setelah memutuskan suatu pilihan, adalah saatnya untuk berdiri tegak, melangkah dengan pasti, dan dengan senyum penuh harapan menyongsong apapun yang akan terjadi. Itu semua kemudian membuat hati saya menjadi lebih tenang, karena saya merasa telah mengapresiasi diri saya sendiri. Saya tak bermaksud ge-er atau sombong dengan apresiasi diri ini, saya hanya membuat diri saya sendiri belajar yakin dalam membuat keputusan dan selalu berpikir positif. Jadi, kalau buat saya, apresiasi diri itu penting, namun harus dalam takaran yang sewajarnya. Bagaimana dengan Anda, pentingkah mengapresiasi diri sendiri? Ada yang punya komentar?

Saatnya Dunia Bersatu

Innalillahi wa inna ilaihi rajiuun.

Luasnya lautan menjadi saksi bisu kekejaman manusia tamak yang kembali berulah di dunia. Laut seakan memerah karena pertumpahan darah yang terjadi. Kesadisan militer Israel menyerang rombongan relawan dan aktivis kemanusiaan dari berbagai negara di perairan internasional membuat dunia terhenyak. Setidaknya 10 orang tewas dan puluhan lainnya terluka (begitu yang saya dengar dari pemberitaan media massa) dalam serangan di atas kapal Mavi Marmara, kapal utama dari 6 kapal rombongan para relawan internasional.

Militer Israel menyerang dari helikopter dan terjun ke kapal, kemudian menembaki para relawan. Merka berdalih bahwa pihak Israel lebih dahulu mendapatkan serangan dari para relawan dan menyebabkan 4 orang tentara Israel tewas. Kabar tersebut belum dapat dikonfirmasi kebenarannya hingga saat ini, yang jelas, relawan dan aktivis kemanusiaan dalam 6 kapal tersebut tak ada yang membawa senjata yang dapat digunakan untuk menyerang Israel. Mereka hanya membawa makanan, material bangunan, dan keperluan sekolah bagi anak-anak untuk dibagikan pada rakyat di sana.

Memang, sejak terdengar kabar relawan dan aktivis kemanusiaan internasional akan menyambangi Jalur Gaza untuk mengulurkan bantuan bagi masyarakat di Gaza yang mengalami kesusahan, pemerintah Israel langsung mempersiapkan sistem penghalauan. Tenda-tenda besar segera dibangun untuk keperluan menginterogasi relawan dan aktivis yang tertangkap, dan kemudian akan langsung diusung ke bandara untuk dideportasi. Tak mau repot-repot, bagi yang menolak dideportasi akan langsung dijebloskan ke penjara, sebuah proses final yang tak dapat diganggu gugat.

Relawan dan aktivis yang bergabung dalam misi damai kemanusiaan ini terdiri dari berbagai negara dan kalangan, seperti LSM, jurnalis, diplomat, peraih nobel, bahkan orang Yahudi sendiri. Sejak keberangkatan rombongan kapal relawan dan aktivis ini dimulai, Israel telah membuat ketegangan, karena selalu mengintai dan kemudian mengepung kapal-kapal para relawan, hingga akhirnya terjadi penyerangan pada Senin pagi.

Israel telah melancarkan agresi militer di daerah perairan internasional, pada para relawan dan aktivis, yang notabene adalah rakyat sipil. Alasannya, para relawan itu tidak boleh memberi bantuan ke Gaza, karena wilayah Gaza dan perairan sekitarnya, termasuk perairan internasional di sekitarnya sedang diblokade dalam 3 tahun terakhir, dan meyakinkan bahwa di Gaza tidak terjadi krisis kemanusiaan. Bayangkan, perairan internasional pun bisa diblokade oleh Israel. Dan juga, apakah Israel sangat hebat, hingga mampu memastikan tak ada krisis kemanuisaan di Gaza, sementara rakyat Gaza sendiri langsung mempersiapkan pelabuhan mereka untuk menyambut kapal-kapal batuan dan relawan yang datang? Ini menjadi bukti nyata bahwa Israel memang telah melanggar hukum internasional.

Seharusnya ini semua bisa membuat dunia internasional bersatu dan merapat melawan segala jenis tindakan yang melanggar hukum internasional dan tidak manusiawi, yang merugikan banyak pihak. Tak ada satu negara pun yang berada di atas kuasa hukum internasional. Saya bukan ingin mengompor-ngompori orang untuk membenci Israel, hanya saja kita memang sudah seharusnya melawan kekejaman yang terjadi di zaman sekarang ini, siapapun pelakunya. Bukankah begitu? Ada yang punya komentar?

Tarzanita dari Kamboja

Anda tentu masih ingat dengan Si Manusia Hutan Tarzan bukan? Yup, kita umumnya mengenal Tarzan ini sebagai tokoh dalam buku atau film yang sudah terkenal di seantero dunia itu. Aslinya, tokoh Tarzan diciptakan pada tahun 1912 oleh Edgar Rice Burroughs (1875-1950), seorang novelis Amerika. Burroughs sangat piawai dalam melantunkan cerita dalam buku yang berjudul Tarzan of the Apes, hingga Tarzan disebut-sebut sebagai salah satu tokoh sastra paling terkenal di dunia. Oh ya, sebagai informasi, Edgar Rice Burroughs ternyata harus melalui perjuangan panjang sebelum akhirnya penerbit mau menerima tulisannya. Ia juga harus berpindah-pindah kerja demi mempertahankan hidup keluarganya yang berekonomi pas-pasan. Wah, kalau Tuan Burroughs ini masih hidup, pasti dia seneng banget ya, karyanya bisa dinikmati banyak orang.

Tapi sekarang, yang mau saya tulis di sini bukan kisah Tarzan karangan Burroughs, melainkan kisah nyata yang terjadi di Kamboja. Adalah Rochom P'ngieng, gadis 29 tahun yang pernah menghilang bersama adiknya pada tahun 1989 saat menggembala kerbau di pelosok hutan Chea Bunthoeun, sebuah daerah di Provinsi Ratanakkiri. Saat hilang, Rochom baru berusia 8 tahun. Banyak orang mengira bahwa Rochom telah tewas diterkam binatang buas di hutan.

Namun, ternyata ia ditemukan pada awal 2007 lalu oleh seorang warga desa, yang bekerja sebagai petani, sementara sang adik tak pernah diketahui keberadaannya. Ia ditemukan (atau ditangkap lebih tepatnya), ketika mencuri makanan sang petani. Petani itu kemudian memutuskan melakukan pengintaian, dan akhirnya ia menemukan sesosok tubuh bungkuk dalam keadaan telanjang. Sal Lou, sang ayah, yang berprofesi sebagai polisi mengidentifikasi gadis yang ditemukan tersebut sebagai Rochom dengan mengenali tanda bekas luka sayatan pisau di lengannya yang dimiliki Rochom ketika masih kecil.

"Ketika saya melihatnya, ia telanjang dan berjalan dalam posisi bungkuk ke depan seperti monyet. Ia kurus sekali. Ia bergetar dan meraup nasi dari tanah untuk makan. Matanya merah seperti mata harimau," ungkap Sal Lou (http://www.suaramedia.com/sejarah/ke-ajaiban-dunia/12239-gadis-kamboja-hidup-liar-belasan-tahun-di-hutan-belantara.html).



Usaha penyatuan Rochom kembali ke dalam keluarga dan lingkungan manusia dilakukan segera setelah kembalinya gadis rimba itu dari “perantauan”. Usaha tersebut juga dibantu oleh seorang anggota Psikolog Tanpa Batas, Hector Rifa, yang langsung pergi ke Kamboja karena tergugah oleh penemuan fenomenal itu. Seperti dikutip dari AFP, Hector berpendapat bahwa Rochom tak mengalami gangguan kejiwaan, hanya saja ia masih kaget dengan lingkungan manusia yang baru dijumpainya. Sampai beberapi waktu setelah ditemukan, Rochom belum bisa berbicara sepatah kata pun, baik bahasa Khmer maupun Phnang yang digunakan di sana.

Belum sempat menjalani hidup sebagai manusia normal (ia tetap lebih suka merangkak daripada berjalan, menolak berpakaian, dan telah beberapa kali berupaya kembali ke hutan, tempat ia dibesarkan), Rochom dikabarkan telah kembali menghilang dari rumah dan kabur ke belantara hutan.

Kebanyakan masyarakat di sana mengaitkan fenomena Rochom ini dengan roh-roh mistik yang menguasai hutan. Oleh karena itu, sang ayah Sal Lou saat ini sedang berupaya menyediakan sesajen untuk dipersembahkan pada penguasa hutan itu, agar putrinya bisa kembali lagi ke tengah keluarganya.

Wah, fenomena yang tidak biasa ya, kalau kisah Tarzan itu digambarkan sebagai seorang lelaki penghuni hutan, mungkin Rochom adalah Tarzanita. Semoga saja Rochom bisa ditemukan lagi dan belajar menjalani hidup layaknya manusia normal. Ada yang punya komentar?



Kamis, 27 Mei 2010

Seandainya

Beberapa waktu lalu, ketika saya sedang membereskan tumpukan koran di rumah, saya menemukan sebuah artikel dari harian Media Indonesia 12 April 2010 yang berjudul Hamidi dan Pendidikan yang Membebaskan. Saya sangat menyukai artikel yang ditulis oleh Viktor Yasadhana ini. Viktor Yasadhana sendiri adalah direktur sekolah Sukma Bangsa Pidie, Aceh, yang juga menjadi guru di sana.

Hamidi dan Pendidikan yang Membebaskan adalah tulisan tentang pengalaman Viktor Yasadhana sebagai guru, yang memiliki seorang murid bernama Hamidi, siswa yang memiliki minat dan kemampuan lebih pada bidang pengetahuan umum tentang kota-kota di dunia, bercocok tanam, dan berternak dibanding ilmu pengetahuan yang dijejalkan dalam kurikulum sekolah. Namun, para guru di sana tak pernah memaksa murid-murid yang bertipikal Hamidi untuk meninggalkan minat dan hobi mereka dan mencekoki murid-murid tersebut dengan materi pelaran sekolah. Para guru di sana memberi kebebasan bagi para muridnya untuk mengembangkan diri masing-masing, di samping pelajaran sekolah tentunya. Dan, mereka merasa bangga bisa belajar memberi kesempatan pada anak-anak seperti Hamidi.

Ada paragraf yang menjadi bagian favorit saya dari keseluruhan artikel ini, karena paragraf tersebut ditulis dengan kalimat yang kritis sebagai berikut.
"... Namun, yang melegakan adalah sepertinya sekolah kami tidak menjadi tipikal sekolah yang umumnya ada di negeri ini. Seperti dikatakan Alexander Sutherland Neill, sekolah kami beranjak untuk memilih menghasilkan seorang tukang sapu yang berbahagia jika dibandingkan dengan menghasilkan sarjana yang neurotik (Neill 1992). Pertanyaannya adalah mungkinkah sekolah semacam itu bisa melakukannya? Bisakah sekolah menjadi tempat murid untuk menjadi manusia yang beba£ merdeka?"
Pertanyaan tersebut membuat saya sadar bahwa masalah inilah yang selama ini saya, dan tentu pelajar di Indonesia hadapi. Kami, para pelajar, tak punya pilihan lain tatkala harus menceburkan diri pada sistem pendidikan yang, seperti Viktor Yasadhana tulis, sebagai proses menghafal habis rumus-rumus dan teori.

Sepanjang artikel ini, Viktor Yasadhana meluapkan pengalamannya dan menanggapi sistem pendidikan yang ada di Indonesia. Beliau juga menulis bahwa sekolah yang baik adalah sekolah yang terus belajar (a school that learns), dan proses belajar itu menjadi lebih penting ketimbang hasil, karena proses belajar dilkukan secara sejajar dan bersama-sama, yaitu antara guru dan murid. Kedua komponen pendidikan ini harus memiliki hubungan yang demokratis.

Hmm... setelah membaca artikel tersebut saya merenungi pendidikan yang selama ini saya jalani. Ternyata masih jauh dari apa yang Viktor Yasadhana gambarkan.

Seandainya saya menjadi sosok Hamidi, maka sekolah akan menjadi tempat yang sangat menyenangkan. Seandainya proses belajar bisa lebih demokratis, maka prestasi dan bakat siswa akan lebih berkembang. Seandainya pendidikan Indonesia dibenahi menjadi pendidikan yang membebaskan, maka tak ada lagi istilah orang bodoh. Tapi seperti kita semua tahu, semuanya tak mungkin bisa berubah hanya dengan "seandainya". Perlu aksi untukterus membangun grand design pendidikan di Tanah Air. Ada yang punya komentar?

Rabu, 26 Mei 2010

Beasiswa

Siapa sih, yang nggak suka ditawarin beasiswa? Apalagi bagi yang membutuhkan, jangan disia-siakan deh kesempatannya. Hahaha… Nah, beberapa hari lalu saya dikirimi pesan via facebook, ada penawaran baeasiswa. Berikut informasi yang saya kutip dari laman resminya.

Beasiswa Tanoto Foundation Tahun Akademik 2010/2011

Tanoto Foundation (TF) didirikan oleh keluarga Sukanto Tanoto dengan visi untuk menjadi pusat unggulan untuk memfasilitasi dan meningkatkan akses terhadap pendidikan yang berkualitas serta peluang pemberdayaan. Salah satu implementasi dari visi tersebut adalah dengan memberikan beasiswa kepada mahasiswa berprestasi yang memiliki potensi kepemimpinan tinggi dan memerlukan bantuan finansial untuk dapat menyelesaikan perkuliahannya dengan baik.
Tanoto Foundation mengundang putra-putri terbaik Indonesia untuk ikut berkompetisi mendapatkan Beasiswa Tanoto Foundation. Program Beasiswa Tanoto Foundation diselenggarakan berdasarkan prinsip-prinsip kecakapan setiap pelamar, tanpa memandang suku, agama, ras, gender, serta menjunjung tinggi kebijakan non-diskriminatif.

Tanoto Foundation menyediakan Beasiswa Tanoto Foundation untuk mahasiswa S1 dan S2 dari berbagi disiplin ilmu di 7 (tujuh) perguruan tinggi mitra yaitu Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, Universitas Jambi, Universitas Riau, Universitas Sumatera Utara, Institut Pertanian Bogor dan Institut Teknologi Bandung. Tersedia 200 beasiswa untuk mahasiswa S1, dan 30 untuk mahasiswa S2.

Beasiswa Tanoto Foundation mahasiswa S1 ditawarkan untuk:
• Universitas Gadjah Mada
• Universitas Indonesia
• Institut Pertanian Bogor
• Institut Teknologi Bandung
• Universitas Jambi
• Universitas Riau
• Universitas Sumatera Utara

Beasiswa Tanoto Foundation mahasiswa S2 ditawarkan untuk:
• Universitas Gadjah Mada
• Universitas Indonesia
• Institut Pertanian Bogor
• Institut Teknologi Bandung

Pendaftaran Beasiswa Tanoto Foundation tahun akademik 2010/2011 dilakukan secara online. Silahkan anda melakukan proses registrasi online dan pastikan ada mengisi formulir pendaftaran dengan benar dan jujur.

PERSYARATAN UMUM
A. PROGRAM SARJANA STRATA SATU (S1)
1. Warga negara Indonesia
2. Telah terdaftar sebagai mahasiswa di UGM, UI, UNJA, UNRI, USU, IPB dan ITB per 4 Juli 2010
3. Usia maksimum 21 tahun di bulan Juli 2010
4. Minimum IPK = 3,00 (skala 4,00)
5. Bagi mereka yang baru duduk di tahun pertama Perguruan Tinggi, minimum nilai rata-rata raport kelas 3 SMU = 8,00 (skala 10)
6. Membutuhkan dukungan finansial
7. Memiliki jiwa kepemimpinan dan kepedulian serta komitmen untuk ikut memajukan bangsa Indonesia
8. Mengisi dengan lengkap registrasi online di website Tanoto Foundation
9. Bagi yang lulus seleksi Beasiswa Tanoto Foundation tidak diperbolehkan menerima beasiswa dari institusi lain.

B. PROGRAM SARJANA STRATA DUA (S2)
1. Warga Negara Indonesia
2. Telah terdaftar sebagai mahasiswa di UGM, UI, IPB dan ITB angkatan 2009 atau 2010 per 4 Juli 2010
3. Usia maksimum 40 tahun pada bulan Juli 2010
4. Memiliki pengalaman kerja minimum 2 (dua) tahun, setelah menyelesaikan program S1
5. Untuk angkatan 2009, minimum IPK saat ini = 3,25 (skala 4,00). Untuk angkatan 2010, minimum IPK S1 = 3,25 (skala 4,00).
6. Memiliki jiwa kepemimpinan dan kepedulian serta komitmen untuk ikut memajukan bangsa Indonesia
7. Mengisi dengan lengkap registrasi online di website Tanoto Foundation
8. Bagi yang lulus seleksi Beasiswa Tanoto Foundation tidak diperbolehkan menerima beasiswa dari institusi lain.

Selama proses pendaftaran dan seleksi, Tanoto Foundation tidak menerima atau mengadakan surat menyurat. Pengumuman proses setiap tahap akan diinformasikan melalui email calon penerima beasiswa atau website Tanoto Foundation. Keputusan tim seleksi Beasiswa Tanoto Foundation bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat.

Klik di sini untuk mendaftar Beasiswa Tanoto Foundation Tahun Akademik 2010/2011

Saya sendiri tertarik untuk mendaftar, kan jarang juga ya, ada beasiswa di tahun pertama seperti ini.. hahaha... Bagaimana dengan Anda? Tertarik juga untuk mendaftar?

Disadur dari http://www.tanoto-foundation.or.id/index.php/id/tentang-beasiswa


Ketika Gajah Putih Unjuk Gigi

Uncle Boonmee Who

Kota Bangkok boleh saja memanas selama sepekan terakhir, membuat situasi politik di Negeri Gajah Putih tidak stabil. Ratusan demonstran Kaos Merah boleh saja “asyik” bertikai dengan militer sebagai aparat dari penguasa incumbent. Dan, mungkin pemerintah Thailand sedang kalang kabut menghitung kerugian akibat sektor pariwisata Kota Bangkok yang mati sementara kerusuhan masih terjadi. Tapi, semua itu seakan terobati dengan sebuah prestasi gemilang yang di raih Negeri Seribu Pagoda ini di perhelatan bergengsi Cannes Film Festival 2010.

Meskipun rangkaian acara Cannes Film Festival 2010 yang berlangsung selama 12 hari di Riviera, Prancis telah usai, namun malam puncak festival film bergengsi ini yang berlangsung Minggu, 23 Mei waktu setempat memberi sebuah kejutan di momen penghargaan tertingginya. Film produksi Thailand, Uncle Boonmee Who Can Recall His Pat Lives berhasil menyabet predikat paling prestisius, Palme d’Or untuk penghargaan Best Picture. Film yang disutradari Apichatpong “Joe” Weerasethakul ini bahkan mempecundangi Another Year, film arahan sutradara asal Inggris Mike Leigh, yang pada 1996 memenangkan Palme dOr lewat filmnya yang berjudul Secrets and Lies. Mike Leigh pun terpaksa harus pulang dengan tangan hampa, padahal sebelumnya Another Year banyak difavoritkan menjadi jawara.


Sutradara nyentrik asal Amerika Serikat, Tim Burton yang menjadi ketua dewan juri pada gelaran Cannes Film Festival ke 63 ini mendeskripsikan Uncle Boonmee Who Can Recall His Past Lives sebagai a beautiful strange dream. Seperti dilansir Reuters, Burton yang merupakan teman karib Johnny Depp, mengkritik dunia perfilman saat ini yang dianggapnya semakin kebarat-baratan dan terlalu Hollywood. Namun, Uncle Boonmee Who Can Recall His Past Lives telah memberinya angin segar, karena ia merasa benar-benar menyaksikan film dari negara lain, dengan perspektif yang berbeda.

Kisah film Uncle Boonme Who Can Recall His Past Lives yang terinspirasi dari sebuah buku karya seorang pendeta Budda berjudul A Man Who Can Recall His Past Lives ini mengangkat sosok Uncle Boonmee (Thanapat Saisaymar), seorang pria penderita gagal ginjal serius yang sedang sekarat. Ia menghabiskan sisa hidupnya dengan menetap di pelosok wilayah timur laut Thailand. Pada suatu malam, di saat ia sedang makan malam, mendiang istrinya yang telah meninggal 14 tahun yang lalu, Huay (Natthakarn Aphaiwonk) datang berkunjung. Tak hanya istrinya, anaknya yang telah lama hilang dan ternyata menjadi roh hutan berwujud makhluk berbulu juga hadir di tengah-tengah mereka. Dari momen ini, terciptalah sebuah reuni keluargayang hangat, membawa mereka pada berbagai macam perbincangan.

Dalam Uncle Boonmee Who Can Recall His Past Lives, Joe berhasil menyuguhkan jalan cerita yang sederhana, namun ia pandai meracik kisah cerita ini dengan bumbu-bumbu mistis khas Thailand. Ia juga sukses menggambarkan tema, lansekap, dan tradisi lokal Thailand, sekaligus menciptakan gambaran reinkarnasi yang berbeda. Joe yang kelahiran Bangkok telah membuat sesuatu yang baru dari kecenderungan industri film Thailand saat ini, yang didominasi cerita-cerita horor. Namun, Joe justru tidak membuang sepenuhnya tren horor tersebut, karena ia paham betul bahwa masyarakat Thailand memang akrab dengan hal-hal mistis. Karena itu, ia juga menyisipkan hal-hal yang berbau tradisional pada Uncle Boonmee Who Can Recall His Past Lives.

Penghargaan ini merupakan yang kedua kali untuk Joe di ajang Cannes Film Festival. Sebelumnya, film garapan sarjana S-2 Institut Kesenian Chicago ini yang berjudul Tropical Malady meraih tempat ketiga pilihan juri (Jury Prize) pada gelaran Cannes 2004.



Kemenangan Uncle Boonmee Who Can Recall His Past Lives ini memang cukup mengejutkan. Bahkan, Joe sempat tercengang ketika Burton menyebut namanya untuk naik ke atas pentas menerima palem emas (Palm d’Or) pada malam pucak festival film Cannes. Banyak respons positif dilontarkan kritikus film dan beberapa surat kabar Eropa. Harian Telegraph dari Inggris menyebut film Joe sebagai “sesuatu yang melebihi film itu sendiri”. “ Ini bukan film. Ini lebih seperti dunia yang mengambang,” tulis Telegraph yang memberi lima bintang untuk film ini.

Indonesia sendiri turut ambil bagian sebagai peserta dalam ajang Cannes ini, meski katanya belum menargetkan apa-apa. Film-film yang diikutsertakan dalam ajang ini antara lain Taring, Ketika Cinta Bertasbih, Get Married 1 dan 2, Ruma Maida, Emak Ingin Naik Haji, Pencarian Terakhir, Pintu terlarang, Ayat-Ayat Cinta, Garuda di Dadaku, Preman in Love, Kuntilanak Beranak, Pocong Kamar Sebelah, Mereka Bilang Saya Monyet, Kuntilanak Kamar Mayat, Generasi Biru, Jamila dan Sang Presiden, serta Punk in Love.
Hayoo.. setelah melihat film-film di atas kira-kira kapan ya, Indonesia bisa berprestasi di ajang bergengsi? Ada yang punya komentar?

Diolah dari berbagai sumber.

Senin, 24 Mei 2010

The Prodigy: Marco Calasan

Dunia anak-anak memang dunia yang menyenangkan. Sebagian besar waktu yang dimiliki anak-anak biasanya diisi dengan kegiatan bermain dengan teman sebaya, yang juga berguna untuk perkembangan dan pertumbuhan si anak. Sebagai anak-anak, sudah menjadi fitrah mereka untuk memiliki rasa ingin tahu yang besar dan mempelajari hal-hal baru. Dan sekaligus, sebagai anak-anak, daya tangkap mereka terhadap apa yang mereka pelajari biasanya sangat bagus. Maka, tak jarang terlahir jenius-jenius muda yang bisa menggemparkan dunia. Bahkan, anak-anak yang terlahir dengan kecerdasan luar biasa kerap disebut sebagai prodigy (anak ajaib). Banyak kisah yang dapat diambil hikmahnya dari para bocah ajaib tersebut.

Makedonia patut berbangga karena memiliki salah satu anak ajaib itu. Adalah Marco Calasan, anak laki-laki berusia 9 tahun yang merupakan pakar sistem Microsoft termuda di dunia. Kejeniusannya tersebut di buktikan dengan empat sertifikat Microsoft yang diraihnya serta buku setebal 312 halaman yang ditulisnya sendiri tentang Microsoft Windows 7. Pemerintah Makedonia juga terlihat begitu antusias memberikan pelayanan terbaik bagi Marco. Pemerintah Makedonia telah memutuskan untuk menmperbolehkan Marco tidak masuk sekolah setiap hari, seperti anak-anak lainnya. Marco yang bersekolah di SD Blaze Koneski berbicara, "Saya suka pergi ke sekolah, tapi saya tidak bisa pergi tiap hari. Terlalu mudah pelajarannya, tapi saya mendapatkan hal yang baru di sana." Perdana Menteri Makedonia, Nikola Gruevski juga berencana memberi fasilitas laboratorium komputer pribadi untuknya, karena saat ini laboratorium yang ia pakai adalah milik sekolah, meski pihak sekolah tak pernah melarang Marco untuk datang kapanpun, sehingga lab sekolah itu telah menjadi rumah kedua bagi bocah berambut ikal tersebut.

Microsoft, perusahaan perangkat lunak terbesar di dunia memang secara khusus menyelenggarakan ujian sertifikasi bagi para ahli di bidang teknologi informasi untuk berbagai macam produk teknologi yang dikeluarkannya. Salah satu posisi yang ditawarkan Microsoft bagi yang telah lulus ujian adalah Administrator Sistem Operasi Microsoft Windows dan Lingkungan Berbasis Windows Server (Microsoft Certified Systems Engineer/MCSE, Microsoft Certified Systems Administrator/MCSA), dan Marco Calasan berhasil meraihnya di saat ia baru berusia 8 tahun! Sementara itu, Marco mendapatkan pengakuan system administrasi pertamanya dari Microsoft pada usia 6 tahun. Saat ini, ia sedang berusaha mengikuti sertifikasi lainnya yang lebih menantang, Microsoft Certified Systems Engineer (MCSE).

Kecintaannya terhadap dunia teknologi komputer telah membawanya menjadi Einstein dan selebritas papan atas di dunia IT. Menurutnya, dengan pengetahuan, segalanya jadi mungkin.

Sebagai jenius di bidang computer, seringkali Marco diminta untuk mengajarkan dan berbagi pengetahuan kepada teman-teman di sekolahnya, bahkan juga para guru di sana. Saat ini, Marco telah berhasil menciptakan IPTV, sistem jaringan pengiriman content, dan ia juga telah diundang oleh pemerintah Montenegro yang tertarik dengan teknologi tersebut untuk mempresentasikannya.

Tak hanya pada bidang komputer, Marco juga mampu berbicara dalam tiga bahasa dan sedang mempelajari bahasa asing keempat. Lihat saja kemampuan bahasa Inggrisnya, yang untuk ukuran orang dengan bahasa ibu bukan bahasa Inggris, penguasaan bahasa dan penguasaan perbendaharaan katanya sangat luar biasa.

Namun, yang juga istimewa dari seorang Marco Calasan adalah bahwa ia tetap mengakui dirinya juga sama seperti anak-anak pada umumnya yang suka bermain dan bersenang-senang dengan temannya. "Tapi aku anak biasa. Aku juga lupa semua pengetahuan yang ada di kepalaku ketika bermain bersama teman-teman," tuturnya. Inilah yang membuat Marco tetap memiliki fitrah sebagai seorang anak-anak. Sikapnya yang rendah hati dan bersahabat tak membuat dirinya merasa berbeda dengan anak-anak lain.

Pada usia 7 tahun, kejeniusan Marco diteliti oleh Profesor Elena Achkovska-Leshkovska, dari Institute of Psychology Skopje. Hasilnya, Prof. Elena menemukan bahwa otak Marco bekerja seperti otak anak-anak di atas 12 tahun.

Ibunda Marco Calasa, Radica, juga memiliki pengalaman unik tentang anaknya yang jenius itu. Pengalaman itu terjadi bulan lalu saat Radica divonis menderita kanker payudara dan harus menjalani operasi pemindahan tumor di rumah sakit. Sepulang dari rumah sakit, Marco menyodorkan 200 halaman informasi mengenai perawatan kanker payudara dan apa yang harus dikonsumsi agar ia dapat sembuh total.

Marco Calasan memang bukan berasal dari keluarga yang sangat mampu. Namun, sang ibu Radica tahu persis bahwa ke depannya, mereka akan mendapatkan kebahagiaan, salah satunya dari kejeniusan sang anak, Marco Calasan.

Jadi, sebagai anak-anak Marco tetap memiliki sifat kekanak-kanakan. Yang istimewa adalah bahwa ia telah menemukan bidang yang dicintainya dan akan terus berusaha untuk mengembangkan pengetahuannya di bidang tersebut. Jadi, apakah Anda ingin memiliki anak seperti Marco Calasan? Apakah anak-anak Indonesia juga bisa menjadi jenius seperti Marco Calasan? Ada yang punya komentar?


Minggu, 23 Mei 2010

Che-Gesang

Lingkungan sekitar dapat dijadikan objek menarik untuk diperhatikan. Mulai dari peristiwa sosial, budaya, ekonomi, politik, kehidupan beragama, perang, bahkan bencana. Bagi sebagian orang yang memiliki kepekaan terhadap lingkungan sekitarnya, peristiwa-peristiwa yang terjadi di lingkungan itu pasti tak akan dibiarkan lewat begitu saja. Mungkin mereka akan membuat sebuah catatan, dengan cara yang berbeda-beda tentunya. Beberapa telah sukses melakukannya, dan catatan yang mereka buat tak jarang menjadi sebuah karya yang akan dikenang sepanjang masa.

Misalnya saja, maestro keroncong kebanggan Indonesia, Gesang yang belum lama ini tutup usia. Dengan gaya lagu keroncong nostalgianya, ia bisa mengingatkan kepada siapa saja para pendengar lagu Bengawan Solo bahwa di Solo, Jawa Tengah, terbentang sungai yang begitu melegenda, yang ikut menjadi saksi bisu perjalanan panjang sejarah bangsa kita. Mulai dari zaman kerajaan, penjajahan, hingga masa kini. Gesang dengan sangat apik mengalirkan syair-syair yang penuh pengamatan pada Bengawan Solo. Sebagai orang awam yang tak mendalami bidang Geografi atau semacamnya, Gesang telah sukses membuat banyak orang mengenang bahwa Bengawan Solo telah menjadi semacam urat nadi dan pesona tersendiri dari Solo, dari dulu hingga kini. Pengamatannya begitu mendalam, mulai dari keadaan fisik sungai Bengawan Solo itu sendiri yang berhulu dari daerah Pegunungan Seribu dan bermuara di daerah Jawa Timur, hingga ke lingkungan sosial, di mana tatkala terjadi banjir, banyak orang yang menghindari sungai tersebut untuk dilintasi, dan bahwa dulu sungai itu ramai dilewati lalu-lalang perahu perdagangan.

Bengawan Solo yang diciptakan pada 1940 ini telah menjadi bukti bahwa Gesang memiliki kearifan lokal dan kepedulian terhadap lingkungan, khususnya alam yang akrab dengan kehidupannya. Dengan puitis, beliau menulis:

Bengawan Solo
Riwayatmu ini
Sedari dulu jadi
Perhatian insani

Musim kemarau
Tak seberapa airmu
Di musim hujan, air
meluap sampai jauh

Mata airmu dari Solo
Terkurung Gunung Seribu
Air mengalir sampai jauh
Akhirnya ke laut

Itu perahu
Riwayatmu dulu
Kaum pedagang selalu
Naik itu perahu

Luapan air sungai Bengawan Solo yang melebar ke sisi badan sungai selalu dapat dikenang oleh para penduduk sekitar. Namun, mereka mensyukuri banjir tersebut, karena sejatinya, Bengawan Solo memang seringkali membawa berkah, seperti kesuburan dan kelancaran lalu lintas perdagangan pada dahulu kala. Gesang sendiri yang lahir pada 1 Oktober 1917 adalah salah satu orang yang telah berkali-kali menyaksikan banjir di Bengawan Solo. Sekaligus, ia juga menjadi saksi bahwa sungai itu juga menjadi sumber penghidupan masyarakat.

Dendang Bengawan Solo tak hanya bergema di Tanah Air. Bengawan Solo masuk ke Jepang untuk pertama kali sekitar setengah abad yang lalu di kala masa perang. Pada waktu tentara Jepang mendarat di Pulau Jawa, lagu itulah yang dari radio terdengar secara luas di kalangan serdadu Jepang serta orang-orang Jepang yang berada di sini.Kemudian, sejak saat itu, banyak penggemar Gesang yang berasal dari Jepang, juga Cina.

Gesang datang pada festival salju Sapporo atas undangan himpunan persahabatan Sapporo dengan Indonesia pada tahun 1980, untuk pertama kali. Setelah itu telah berkali-kali datang ke Jepang atas undangan himpunan persahabatan Jepang. Demikianlah pagelaran keroncong berlangsung di Jepang untuk pertama kali dengan membawakan lagu Bengawan Solo. Melalui Gesang dan musik keroncong, orang menjadi sadar bahwa musik adalah sesuatu yang mutlak perlu bagi persahabatan dan perdamaian dunia. Lebih-lebih lagi, berkat kerendahan hati Pak Gesang, kepribadiannya telah membawa keakraban dan kehangatan bagi orang Jepang. Berkat kunjungannya ke Jepang, keroncong telah mengalami boom secara diam-diam. Lagu merupakan bahasa umum yang melintasi dunia. Bengawan Solo yang melintasi batas negara, dengan memperkayakan hati manusia telah menjembatani pertukaran kebudayaan pada akar rumput antara Jepang dan Indonesia (http://www.tamanismailmarzuki.com/tokoh/gesang.html).

Sama halnya dengan Gesang, Ernesto “Che” Guevara, pemimpin gerakan revolusi di banyak daerah di Amerika Selatan juga menjadi seorang pengamat lingkungan sekitarnya, dan menuangkan seluruh pengamatannya tersebut ke dalam media catatan yang termahsyur, The Motorcycle Diaries. Dalam catatan tersebut, ia menggambarkan pengalamannya selama dalam perjalanan keliling Amerika Selatan bersama temannya yang seorang ahli biokomia, Alberto Granado (sementara Che sendiri adalah seorang spesialis kulit lulusan University of Buenos Aires).

Dengan kalimat yang kuat, Che membuka catatan perjalanannya sebagai berikut.
"This is not a story of incredible heroism, or merely the narrative of a cynic; at least I do not mean it to be. It is a glimpse of two lives that ran parallel for a time, with similar hopes and convergent dreams." (http://januarymagazine.com/biography/che.html).

Perjalanan dilakukan selama sembilan bulan (perjalanan ini dilakukan sebelum Che lulus dari kuliahnya) melintasi Argentina, Chile, Perru, Kolombia, dan Venezuela. Dalam The Motorcycle Diaries, Che ,lebih sering menyinggung keadaan orang-rang yang dilihatnya, daripada pemandangan alam yang tak kalah luar biasa indahnya. Ia menulis tentang kemiskinan dan ketidakadilan yang ia saksikan di banyak negara. Sebagai seorang calon dokter, ia amat tersebth ketika ia melihat kesengasaraan para penderita lepra di sebuah koloni di San Pablo, yang terletak di tepian Amazon.

Perjalanan ini kemudian mengubahnya menjadi seorang revolusioner, membebaskan Kuba dari tiran Fidel Castro, meski pada akhirnya harus tewas mengenaskan di ujung bedil tentara Bolivia.

Namun, Che menjadi legenda. Ia dikenang karena keganasannya, penampilannya yang romantis, gayanya yang menarik, sikapnya yang tak kenal kompromi dan penolakan atas penghormatan berlebihan atas semua reformasi murni. Ia juga idola para pejuang revolusi dan bahkan kaum muda generasi tahun 1960-1970 atas tindakan revolusi yang berani yang tampak oleh jutaan orang muda sebagai satu-satunya harapan dalam perombakan lingkup borjuis kapitalisme, industri dan komunisme.

Jadi, baik Che maupun Gesang adalah orang-orang yang memiliki kearifan terhadap apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, saksikan, sekaligus yang mereka alami sendiri. Jadi, apakah Anda akan berbagi kisah dan pengamatan juga, seperti halnya yang dilakukan Che-Gesang?

Diolah dari berbagai sumber.

Sabtu, 22 Mei 2010

Karpet Merah Buat Anggito

Bagi sebagian orang, harga diri adalah sesuatu yang tak dapat dikompromikan. Maka, tatkala harga diri seseorang terusik, sering orang mengambil keputusan yang tak dapat dirubah oleh siapapun, karena ia merasa bahwa keputusan itu adalah yang terbaik daripada bertahan dengan harga diri yang terluka. Mungkin itulah yang saat ini sedang dialami Anggito Abimanyu.

Setelah enam bulan menggantung harapan menunggu posisi sebagai Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Anggito Abimanyu akhirnya melayangkan surat pengunduran diri kepada Menteri Keuangan, sebab ternyata posisi tersebut telah diberikan kepada Anny Ratnawati. Anggito yang menjabat sebagai Kepala Badan Fiskal Kementerian Keuangan mengaku telah ditawari posisi baru di Menko Perekonomian oleh Hatta Radjasa, tapi ia menolak menduduki posisi tersebut dan memilih untuk kembali mengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada.

“Terima kasih saya ditawari jabatan baru tetapi pengunduran diri saya ini semata masalah harga diri. Sudah 6 bulan lalu saya menandatangani pakta integritas sebagai Wamenkeu. Dulu permasalahannya hanya kepangkatan, tetapi setelah masalah itu selesai, justru jabatan Wamenkeu ditawarkan ke orang lain,” katanya. “Lebih baik saya kembali ke UGM, di sana saya akan disambut karpet merah.” (Sinar Harapan, 21 Mei 2010).

Wakil Presiden Boediono yang mendengar keputusan Anggito ini mengatakan lewat juru bicaranya bahwa pemerintahan masih membutuhkan Anggito.
Jadi, apakah Anda juga akan mempertahankan harga diri Anda seperti halnya Anggito? Ada yang punya tanggapan?


Jumat, 21 Mei 2010

The Collapse and The Apocalypse

Lebih dari seabad yang lalu (seratus dua tahun tepatnya), para pemuda, pelajar, dan rakyat Indonesia mengalami suatu fase kritis, di mana mereka tersadar bahwa pejuangan meraih kemerdekaan harus dilakukan secara bersama-sama, tanpa memandang latar belakang agama, suku, budaya, atau daerah. Diawali dengan berdirinya Boedi Oetomo, organisasi perjuangan kemerdekaan pertama saat itu, muncullah apa yang di sebut Kebangkitan Nasional.

Jauh sebelum tahun 1908, kita hanya bisa melihat rakyat di seluruh penjuru Tanah Air Nusantara berjuang masing-masing untuk memperjuangkan daerahnya. Seakan-akan mereka terkunci dari dunia luar, mereka tidak menyadari bahwa banyak daerah di sekitarnya mengalami nasib dan permasalahan yang sama: kolonialisme.

Kemudian, seiring dengan masuknya pendidikan ke banyak daerah di Nusantara, mulailah orang-orang tersadar bahwa persatuan adalah satu-satunya cara untuk membuat mereka menjadi jauh lebih kuat, jauh lebih berani, dan jauh lebih bersemangat menghadapi para penjajah. Ibarat sebuah wahyu dari Sang Khalik, pendidikan kala itu menjadi sesuatu yang banyak membuat orang sadar dan melakukan perubahan. Akhirnya, tigapuluh tujuh tahun setelah Boedi Oetomo lahir, Indonesia meraih kemerdekaan. Hingga kini, bangsa Indonesia masih menikmati kemerdekaan itu.

Setelah mendapatkan kemerdekaannya, kemudian bangsa Indonesia mulai membangun diri, berusaha menjadikan Indonesia sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Namun, seratus dua tahun dari peristiwa Kebangkitan Nasional, kini Indonesia seperti kembali ke masa-masa sebelum adanya "kebangkitan". Banyak rakyat masih hidup di bawah garis kemiskinan, isu-isu SARA merebak di mana-mana memunculkan aksi terorisme dan gerakan separatis, mereka yang duduk memangku jabatan menyalahgunakan wewenang mereka untuk kepentingan diri mereka atau kelompoknya, banyak anak putus sekolah, banyak orang tak mendapat keadilan, sindikat narkoba semakin menggila, dan banyak budaya Indonesia ditinggalkan.

Seratus dua tahun memang bukan waktu yang sebentar, namun seharusnya untuk ukuran sebuah kebangkitan nasional, waktu bukanlah hal yang bisa memudarkan semangat perjuangan dan makna kebangkitan itu sendiri. Kebangkitan nasional tak boleh berkarat hanya karena seratus dua tahun.

Kini, untuk memecahkan berbagai masalah yang ada di Indonesia, haruskah kita menunggu wahtu yang datang, seperti halnya rakyat Indonesia dulu yang "menunggu" pendidikan bisa masuk negeri ini untuk mencapai sebuah kebangkitan?

Ibarat sebuah perusahaan, Indonesia mugkin bisa dikatakan sedang "kolaps", namun bukan berarti tak ada harapan untuk bangkit. Bagi bangsa yang ingin maju, jatuh-bangkit-dan berdiri lagi adalah pilihan yang niscaya. Karena itu, Indonesia yang dulu pernah merasakan masa-masa pahit penjajahan sebagai suatu kejatuhan harus memanfaatkan momentum Kebangkitan Nasional untuk menciptakan kondisi bangsa yang jauh lebih baik, dibandingkan kondisi sebelum terjatuh.

Banyak negara yang telah memiliki pengalaman jatuh dan terperosok dalam rezim yang salah dalam mencapai suatu tatanan bernegara yang baik. Tapi, kejatuhan dan keterperosokan akan menjadi amat bermakna sebagai momentum historis yang amat penting, bila peristiwa itu dipahami sebagai sebuah pelajaran. Jadi, apakah dalam keadaan collapse harus menunggu apocalypse? Ada yang punya komentar?

Kamis, 20 Mei 2010

(Tolong) Banyak Hal yang Saya (Tidak) Mengerti...!

“Many Worlds, One Island... Don’t be fooled by size. For a tiny island, the Isle of Man packs an extraordinary variety of attractions. Where else would you find working Victorian railways rubbing shoulders with world-class road-racing events? Famous ancient fortresses and the world’s largest water wheel? Fields full of rare orchids and seas rich with wrecks? This is an island steeped in myths and legends but thoroughly modern in outlook; proud of its rich past and optimistic about its future. To visit the Isle of Man is to experience a world of dramatic and unusual contrasts - old and new, town and country, land and sea – all infused with the laid-back warmth and friendliness for which the Island’s people are famous. This section presents a guide to the Island’s chief areas of interest of visitors: Coast, Countryside, Heritage, Culture, Railways and Motorsport. Whatever your passion, your journey is just beginning…” (http://www.isleofman.com/Tourism/IsleofContrasts.aspx)

Begitulah kata demi kata yang tertulis di sebuah situs turisme di internet. Dari kata-katanya, bisa kita lihat bagaimana tempat wisata yang bernama Isle of Man ini begitu antusias mempromosikan pada dunia bahwa mereka memiliki tempat yang bagus untuk dikunjungi. Tapi, jangan salah sangka, saya menulis ini bukan untuk ikut-ikutan juga mempromosikan Isle of Man, sebab saya pun baru tahu ada pulau unik ini ketika tak sengaja suatu hari saya iseng berselancar ria di internet mencari tahu tempat-tempat wisata mancanegara, dan muncullah di situ nama Isle of Man. Awalnya, saya kira pulau yang secara geografis terletak dekat Inggris ini adalah pulau yang diperuntukkan bagi kaum Adam saja (merujuk namanya yang janggal menurut saya. Hahaha...). Yang menarik perhatian saya adalah bendera pulau ini yang ada lambang Triskelionnya (lambang seperti yang ada di merk air mineral Cap Kaki Tiga), karena sebelumnya saya tidak tahu bahwa lambang ini ternyata awalnya diambil dari simbol yang terdapat pada perisai para ksatria yang biasa tergambar di tembikar-tembikar Yunani. Tapi yang membuat saya bingung dan ingin share di sini adalah status politik Isle of Man itu sendiri. Bayangkan, secara geografis, pulau ini sangat dekat dengan Britania Raya, tapi pulau ini tidak dinyatakan bagian dari Britania Raya atau United Kingdom. Dan ternyata, masih banyak lagi daerah-daerah yang berstatus sama dengan Isle of Man. Simak kutipan-kutipan berikut.

“The Isle of Man has the unusual status of being one of the British Isles that is neither part of Great Britain nor the United Kingdom. People born here are known as 'Manx', classified as British (as opposed to English). Despite the steady integration of new residents from other countries, some locals still refer to newcomers as 'comeovers' and England as 'across'.” (http://www.isleofman.com/Tourism/FactFile.aspx)

“Britania Raya yang merupakan terjemahan dari bahasa Inggris Great Britain bisa dikatakan merupakan negara federal yang terdiri dari Inggris, Skotlandia dan Wales bersama-sama dengan Irlandia Utara. Keempat negara bagian ini membentuk negara yang disebut sebagai United Kingdom of Great Britain and Northern Ireland (secara harfiah dalam bahasa Indonesia: "Kerajaan Serikat Britania Raya dan Irlandia Utara"). Dari keempat negara bagian ini, Inggrislah yang paling penting sehingga di Indonesia negara ini disebut dengan nama ini meskipun ini hanyalah sebagian saja. Selain keempat negara bagian ini, Britania Raya juga memuat Pulau Man, Kepulauan Channel seperti Guernsey, Jersey, Alderney dan Sark. Daerah-daerah ini secara pemerintahan bukan bagian dari Britania Raya tetapi mungkin lebih tepat disebut sebagai jajahan meskipun jaraknya sungguh dekat.” (http://id.wikipedia.org/wiki/Britania_Raya)

Isle of Man memiliki sistem pemerintahan tersendiri. Dimulai dengan adanya Tynwald, sebuah parlemen yang berdiri sejak tahun 979 M (banyak yang mengatakan bahwa ini adalah parlemen tertua di dunia). Selain itu, Isle of Man juga memiliki bendera negara, simbol negara, lagu kebangsaan, dan sistem hukum yang berbeda dari Inggris. Namun, yang membuat saya semakin tidak mengerti adalah bahwa status kewarganegaraan penduduk di sana diatur dengan hukum Inggris, sehingga mereka juga diberi kewarganegaraan Inggris, meskipun mereka bukan bagian dari penduduk yang diatur oleh pemerintahan Inggris (ini membuat saya semakin bingung). Hal lainnya (yang juga membuat saya bingung) adalah bahwa Inggris memiliki tanggung jawab terhadap pertahanan dan perlindungan Isle of Man, karena pulau ini tidak memiliki sistem pertahanan mandiri, dan pada forum internasional, Isle of Man diwakilkan oleh Inggris, sementara parlemen di sana mengurusi masalah dalam negeri saja, karena urusan luar negeri sepenuhnya diserahkan pada Inggris. Fyuhhh... semakin bingung saya sama Isle of Man ini. Kalau di antara pembaca ada yang mengerti dan mau kasih komentar tentang pulau unik ini, tolong jelaskan saya ya.

Oke, kita tinggalkan pulau unik Isle of Man yang penuh kerumitan itu, karena sekarang saya akan melanjutkan pada kebingungan saya yang lain, yaitu tentang peristiwa yang terjadi di jagad musik dunia. Meski saya bukan remaja yang tumbuh di akhir tahun 80-an, namun tak sulit untuk mengetahui skandal besar blantika musik internasional kala itu. Milli Vanilli, duo penyanyi asal Jerman yang digawangi Fabrice "Fab" Morvan dan Robert "Rob" Pilatus telah menghebohkan dunia dengan kasus lipsync-nya. Memang sungguh hebat mereka, bisa sekian lama menipu mata para penggemarnya, hingga hit mereka, Girl You Know It's True (1989) terjual 14 juta kopi di seluruh dunia. Tak heran bila saat itu duo Milli Vanilli menjadi salah satu penyanyi Eropa tersukses yang berkarir di Amerika. Mereka melakukan tur, rekaman, wawancara, sampai meraih predikat Best New Artist pada Grammy Award 1990.

Namun, belum sempat mereka memperpanjang daftar prestasi, konflik internal terjadi antara Rob-Fab dengan Frank Farian, sang produser yang konon seharusnya menjadi sosok yang paling bertanggung jawab atas skandal ini. Farianlah yang memiliki "terobosan fantastis" untuk mendapuk Rob dan Fab sebagai penyanyi yang tampil di permukaan sementara ia telah mendapat penyanyi-penyanyi bersuara emas. Ternyata, "terobosan" Farian tak sefantastis yang Rob dan Fab bayangkan. Mereka tak merasa bahagia di tengah gelimang harta dan penghargaan yang mereka raih. Mereka ingin tampil dengan suara dan identitas sendiri.

Meski akhirnya Rob dan Fab mengakui dan menguak semua kebohongannya, bahkan mengembalikan Grammy yang mereka dapatkan, banyak orang akhirnya membenci Milli Vanilli dan segala hal yang berhubungan dengannya. Itulah sebabnya, ketika Farian - yang seakan tak mau rugi dan tak peduli dengan nasib "korban"nya yang sedang mengalami masa-masa sulit menghadapi cercaan masyarakat - kembali berkiprah sebagai produser debgan menyuguhkan para penyanyi asli Milli Vanilli dengan nama The Real Milli Vanilli , masyarakat emoh menerima album bertjuk The Moment of Truth dari kelompok ini.

Kisah selanjutnya, meski masih dihina masyarakat - sampai-sampai Rob sempat melancarkan aksi percobaan bunuh diri - Rob dan Fab berusaha bangkit lagi dengan mengeluarkan album Rob & Fab . Album ini pun gagal di pasaran. Rob akhirnya meninggal dunia akibat penyalahgunaan obat-obatan di sebuah hotel di Frankfurt, Jerman. Sementara Fab, hingga kini masih terus berjuang bangkit lagi dari keterpurukannya dengan mencoba menjadi penyanyi R&B di Amerika.

Nah, yang membuat saya tidak mengerti adalah mengapa Frank Farian mau repot-repot mencari orang lain dan mengambil risiko besar untuk mengorbitkan penyanyi? Padahal bisa saja ia meraih kesuksesan tanpa risiko besar dengan langsung menampilkan para penyanyi asli Milli Vanilli tanpa harus merekrut orang lain.

Mungkin inilah yang menyebabkan tak sedikit orang yang memberikan komentar pembelaan terhadap Rob dan Fab di beberapa situs internet seperti YouTube, karena mereka tahu, yang menjadi dalang dari semua ini adalah Frank Farian. Jadi, ada yang punya komentar juga?