Jumat, 10 Februari 2012

Cerita tentang Burung Unta dan Serigala

Tahukah Anda bahwa setiap kali membeli telepon seluler berarti telah memperparah perang saudara di Afrika? Atau tahukah Anda bahwa celana jins yang sering kita pakai merupakan biang keladi dari pencemaran lingkungan? Kemarin saya baru saja menonton sebuah film dokumenter Prancis berjudul La Terre Vue du Ciel (Earth from Above). Film ini merupakan proyek ambisius seorang environmentalis Yann Arthus-Bertrand yang disponsori oleh UNESCO. Film ini dirilis dalam bentuk DVD pada 2008 setelah sebelumnya dibuat bentuk buku dan kumpulaan fotonya. Earth from Above memaparkan dengan gamblang bagaimana aktivitas dan gaya hidup keseharian manusia berdampak pada ekosistem di bumi. Jujur, saya terpaku dengan segala fakta tentang kerusakan lingkungan yang diungkapkan dalam film ini.


Ada beberapa masalah yang diangkat dalam film ini. Pertama, mulai dari penambangan logam bernama coltan, logam yang berharga selangit dan digunakan dalam produksi telepon seluler yang kita pakai sehari-hari. Permasalahannya adalah penambangan logam ini ditengarai menjadi pemicu panjangnya konflik persaudaraan yang terjadi di Kongo. Kongo merupakan sebuah negara Afrika yang masih terus bergumul dengan kemelut perang saudara antara sipil dan kelompok militan. Sebenarnya, konflik ini berawal dari perang di negara Afrika lain, Rwanda. Setelah rekonsiliasi tercapai di Rwanda dengan dibentuknya Internationan Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR) melalui Resolusi Dewan Keamanan PBB No. S/RES/955 tahun 1994, banyak anggota separatis dan militan Rwanda pergi ke Kongo dan melakukan konsolidasi. Hal ini membawa rakyat Kongo ikut terseret dalam arus perang Rwanda. Kongo sendiri merupakan penghasil coltan terbesar di dunia, menguasai 70% produksi coltan seluruh dunia, di atas Brazil dan Australia.


Mirisnya, pemerintah Kongo sama sekali tidak mendapatkan sepeserpun hasil penambangan coltan, karena coltan yang telah ditambang langsung dibawa ke Rwanda. Meskipun telah ada peraturan yang melarang penambangan ilegal, namun kelompok militan asal Rwanda terus mempekerjakan orang-orang miskin Kongo, termasuk wanita dan anak-anak di bawah umur untuk menambang coltan secara ilegal. Mereka bekerja dengan pengawasan senjata api hanya untuk upah kurang dari 3 euro sehari. Padahal harga coltan di pasar dunia mencapai 50 euro perkilogram, bahkan coltan yang telah diproses bisa berharga 1000 kali lipatnya. PBB yang menyadari kegentingan masalah ini memberikan anjuran kepada para produsen ponsel agar tidak menggunakan coltan dari Kongo. Namun bisnis tetaplah bisnis, coltan sangat penting dalam produksi ponsel dan coltan berkualitas serta melimpah ada di Kongo.


Produsen tentu akan melakukan apapun untuk mendapat coltan Kongo. Di sini, kita bisa melihat ketamakan produsen ponsel untuk terus memesan coltan Kongo, dan pada akhirnya mereka mendorong militan Rwanda untuk menambang coltan Kongo dalam jumlah yang semakin meningkat. Hasil dari penambangan itu digunakan untuk membeli senjata agar mereka dapat menggempur habis saudara mereka sendiri di Rwanda. Akankah kita terus membeli ponsel mengikuti gaya yang silih berganti? Saya rasa selama ponsel yang kta pakai masih berfungsi dengan baik dan mengakomodasi semua kebutuhan kita, untuk apa mengganti ponsel bila sekadar mengikuti tren baru?

Sebagai manusia yang hidup berdampingan di muka bumi, alangkah baiknya bila kita mempertimbangkan semua tindakan yang melibatkan alam. Tentu kehidupan manusia tidak akan berakhir setelah kita mati bukan? Ada generasi penerus yang juga memerlukan sumber daya di bumi ini. Jangan sampai kita seperti burung unta yang terbiasa mengubur kepala sendiri dan tutup telinga terhadap apa yang terjadi pada dunia dan bumi kita saat ini. Jangan pula menjadi homo homini lupus yang menghalalkan segala cara demi kepentingan pribadi dan menyengsarakan orang lain. Mari kita jaga alam kita bersama-sama

Ada yang punya komentar?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar