Rabu, 22 Agustus 2012

The Lake House: Penantian yang Berakhir Indah

Menunggu adalah kata kerja yang tidak disukai oleh sebagian besar orang. Menunggu berarti ada pengorbanan waktu yang harus diluangkan sampai tibanya sesuatu yang dinantikan. Tak hanya soal waktu, selama masa menunggu itu pula, terkadang perasaan lelah, kesal, sedih, tak berdaya, dan bosan datang mendera. Sebagian orang yang sedang menunggu ada yang menyerah, sebagian lagi meneruskan pengharapan mereka sambil terus meyakinkan diri bahwa yang dinantikan akan segera datang. Daya tahan orang untuk menunggu memang berbeda-beda, tetapi satu hal yang pasti: menunggu itu ada batasnya, ada akhir yang mesti dilalui, entah itu akhir yang indah maupun yang menyedihkan.

Kisah penantian yang berakhir indah dapat Anda saksikan dalam salah satu drama romantis produksi Hollywood, The Lake House (2006). Pertama kali mendengar film ini dari sebuah acara resensi di TV, saya langsung tertarik dengan ceritanya yang menuturkan hubungan cinta pasangan yang berbeda dimensi waktu. Cerita ini sebenarnya merupakan adaptasi Hollywood dari film Korea berjudul Siworae (2000). The Lake House juga merupakan kolaborasi kedua aktor berdarah Hawaii Keanu Reeves dengan Sandra Bullock, setelah penampilan mereka yang mendapat banyak pujian dalam Speed (1994). Namun, dalam kolaborasi keduanya ini mereka tidak lagi berhadapan dengan bus terguling, kereta bawah tanah yang berjalan cepat, maupun hujan peluru, melainkan dalam kisah romantis yang menawan.

Kate Forster (Bullock), seorang dokter berdedikasi yang bekerja dengan waktu gila-gilaan terpukul ketika dirinya menyaksikan seorang pria tewas dalam sebuah kecelakaan meski ia telah mengerahkan semua kemampuannya untuk menolong pria nahas tersebut. Ia tak bisa membayangkan penantian keluarga pria tersebut di rumah dengan penuh harapan, yang tak pernah menyangka kejadian tragis akan menghampiri mereka. Melihat Kate tak bisa keluar dari bayangannya itu, Dr. Klyczynski (Shoreh Aghdashloo) menyarankan Kate untuk pergi menenangkan pikiran dan hatinya di suatu tempat, dan ia pun menyewa sebuah rumah kaca yang sangat indah di tepi danau yang berkilau.

Ketika Kate pindah ke apartemen, tanpa diduga rumah danau yang dulu begitu disukainya menjadi saksi pengalaman hidup dan cinta Kate yang diluar imajinasi siapapun: ia terhubung dengan seorang pria asing yang hidup dua tahun lalu dari waktu masa kini di mana Kate berada. Pria itu adalah Alex Wyler (Reeves), seorang arsitek handal yang memiliki hubungan kurang akur dengan ayahnya, yang juga seorang arsitek terkenal, Simon Wyler (Christopher Plummer). Meski memiliki masa lalu yang menyakitkan dengan ayahnya, Alex sebenarnya sangat menyayangi Simon dengan segenap hatinya. Simon sendiri adalah orang yang berada dibalik kesuksesan Alex sebagai arsitek.

Keraguan dan keengganan Alex terhadap ayahnya membuat hidupnya sedikit banyak "muram". Namun, keadaan itu akhirnya berubah setelah ia berkorespondensi dengan Kate lewat surat-menyurat (so classic, isn't it?). Dari surat-surat itulah mereka mengetahui bahwa Alex adalah putra Simon - pembuat rumah danau yang pernah ditinggali Kate dan bahwa mereka terpisah rentang waktu dua tahun. Kegiatan berbalas surat itu menjadi semakin indah dan sedikit lebih nyata ketika Alex berusaha hadir dan "menyusup" ke dalam kehidupan Kate dua tahun yang lalu. Di sini, jalan cerita kemudian mundur menuju saat di mana Kate memutuskan untuk menyewa rumah danau.

Sambil terus berkorespondensi di masa depan, masa lalu Kate sedikit demi sedikit berubah ketika ia sadar bahwa ia bertemu Alex, pria yang dua tahun dari masa lalunya itu akan terus menyuratinya. Ternyata, pertemuan mereka berdua menjadikan hubungan itu terus tumbuh menjadi romansa yang menyulitkan, sebab mereka berdua tampak tidak nyata. Mereka tidak bisa mengobrol secara langsung sambil memandangi wajah satu sama lain, tak bisa berjalan bersama, bahkan tak tahu akan menuju ke mana hubungan mereka itu. Itu semua membuat Kate tertekan, ia sangat mencintai Alex, ia punya perasaan mendalam untuknya, tetapi untuk apa semua itu bila mereka takkan pernah bisa bersatu? Akhirnya, Kate memutuskan untuk mengakhiri hubungan itu dan mencoba menatap ke depan. Ia berusaha untuk menata kembali kisah cinta hambarnya dengan Morgan (Dylan Walsh), pria yang tak pernah disukainya.

Tetapi, rupanya ungkapan bila jodoh takkan ke mana berlaku untuk Kate dan Alex. Saat Kate dan Morgan berencana untuk merenovasi rumah baru, mereka berkonsultasi dengan perusahaan konstruksi milik Alex yang kini telah meninggal dalam sebuah kecelakaan. Pada titik inilah Kate menyadari bahwa pria yang pernah ditolongnya dalam sebuah kecelakaan dulu adalah Alex, dan ia pun berusaha mati-matian mengubah jalan hidupnya dan Alex. Ia meminta Alex untuk menunggu selama dua tahun, dan menemuinya di rumah danau. Usahanya itu berbuah manis saat mereka berdua dapat bertemu secara nyata, dalam dimensi waktu yang sama.

Pada saat menonton The Lake House, penonton akan diseret dalam rentetan waktu yang meloncat-loncat tanpa diberikan keterangan. Penonton "dipaksa" untuk mereka sendiri urutan kejadian dan memilah mana masa lalu dan mana masa kini Kate dalam film ini. Meski tidak serumit Memento (2000), namun bila tak cermat, penonton bisa salah mengartikan jalan ceritanya. Tetapi menurut saya, di situlah tantangan sekaligus poin plus dari The Lake House. Dari segi akting, chemistry antara Reeves dan Bullock nampaknya tak lekang oleh waktu. Mereka tetap cocok dipasangakn bersama dalam satu set seperti halnya dulu dalam Speed. Meski diarahkan oleh sutradara yang jarang memproduksi film Hollywood, Alejandro Agresti (Una Noche con Sabrina Love, Valentín) tetap sukses menggambarkan film dengan jalan cerita cukup rumit ini. Dua hal terakhir yang saya sukai dari film ini adalah rumah danau yang menjadi latar utama film ini memang sangat memukau serta lagu-lagu yang menjadi soundtrack juga sangat indah, seperti It's Too Late dari Carole King dan This Never Happened Before dari Paul McCartney. It's sweet, 3 out of 5 stars for me. Ada yang punya komentar?


Wach this if you liked:

Groundhog Days (1993)

Director: Harold Ramis
Stars: Bill Murray, Andie MacDowell, Chris Elliott
Genre: Comedy, Drama, Fantasy
Runtime: 101 minutes


Stranger Than Fiction (2006)

Director: Harold RamisMark Forster
Stars: Will Ferrell, Emma Thompson, Dustin Hoffman
Genre: Comedy, Drama, Fantasy
Runtime: 113 minutes


6 komentar:

  1. baru nonton fimnyahari ini . haha sumpah tersentuh banget sama tema tentang penantiannya . kalau sabar menunggu ya . jodoh mah ga akan kemana . nice review by the way

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hi Asri Sudarmiyanti! Benar sekali, sudah menjadi fitrah bahwa jodoh akan datang tanpa harus dipaksa, dan bahkan dalam kehidupan nyata ia bisa datang di waktu yang tak terduga kan? Hehehe... Anyway pesan-pesan yang terselip seperti ini memang biasanya menjadi senjata unggulan film komedi romantis, ya walaupun dari segi logika tidak sedikit tema ceritanya yang bersifat fantasi, seperti Lake House ini ya.

      By the way terima kasih atas komentar dan kunjungannya. Main-main lagi ya :)

      Hapus
  2. Haloo, saya sekedar mampir untuk cari resensi film ini dalam bahasa, dan mencari secercah penerangan sebenarnya.

    Ending nya, itu, bisa dijelasin gak? I've watched it and got the idea of the time paradox. Tapi di akhir itu, karena sepertinya Kate merubah nasibnya begitu aja (minta untuk ditunggu 2 tahun lagi di hari valentine) setelah Henry (sang adik) telah mengatakan Alex sudah mati 2 tahun lalu di hari yg sama. Jadi intinya Alex jadi mati gak? :')

    I need explanation as clear as crystal

    BalasHapus
  3. Baca ulasannya aja membuat saya terharu kak, nonton ah :')

    BalasHapus
  4. Berulang kali aku nonton ni film, berulang kali juga aku penasaran ama endingnya, jadi artinya kate berhalusinasi dengan cintanya pada alex yg sudah meninggal, dgn memutuskan tinggal di rumah danau itu, pacaran ma setan dong ya? Betulkah demikian?
    Coba kalo ada the lake house 2, akan terjawab...

    BalasHapus
  5. Iyah.. Serem y.bokinan ama almarhum.. Seremm.. Ending yg gantung

    BalasHapus