Minggu, 20 Januari 2013

Artificial Intelligence: AI: A Wish from Steel Pinocchio

Dunia futuristik dengan segala kecanggihan teknologi, ilmu pengetahuan, dan perubahan peradabannya telah sering diangkat ke layar lebar. Pengembangan cerita dari masing-masing film berbeda, ada yang menekankan pada peranan IPTEK dalam kehidupan manusia seperti Eternal Sunshine of the Spotless Mind (2004), usaha ilmuwan dalam memecahkan ilmu pengetahuan seperti dalam Pi (1998), dan upaya menemukan senjata canggih seperti dalam The Fifth Element (1997). Akan tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa tema kemanusiaan di tengah peradaban maju masih tetap menjadi komoditas primadona di pasar perfilman. Lagi pula, kemanusiaan memang harus dijaga manusia selama masih eksis di dunia ini tidak peduli pada seberapa drastis dunia telah berubah karena IPTEK, karena hanya dengan kemanusiaan manusia dapat dibedakan dengan makhluk hidup lain. Salah satu film yang mengetengahkan tema kemanusiaan dengan cara yang unik adalah Artificial Intelligence: AI (2001) atau yang dikenal dengan sebutan sederhana AI.

AI merupakan proyek yang digagas Stanley Kubrick (2001: A Space Odyssey, A Clockwork Orange) yang ingin masyarakat dunia terbuka pada segala perkembangan teknologi masa depan, khususnya dalam dunia robotik. Kubrick dikenal sebagai sutradara yang tidak pernah main-main dalam mempersiapkan filmnya karena ia selalu melakukan analisis dan riset mendalam sebelum mengeksekusi sebuah proyek. Kubrick sendiri memulai proses riset untuk AI dari tahun 1970an dan menunjuk Steven Spielberg (Minority Report, War of the World) untuk duduk di kursi produser. Proses riset dan persiapan AI sempat tertunda dengan proses penyelesaian film terakhirnya yang terkenal memakan waktu paling panjang, Eyes Wide Shut (1999). Selama proses persiapan ini, Kubrick bersikukuh untuk memulai proses produksi saat teknologi perfilman sudah dapat mengakomodasi desain visual yang sesuai dengan keinginannya. Desain visual Kubrick itu antara lain kota yang terendam air seteleh es dikutub mencair, kota metropolitan yang canggih dengan segala kerumitan teknologinya, hingga penampilan robotik untuk para aktornya dengan menggunakan teknik makeup khusus. Kubrick sempat putus asa mewujudkan idenya ini hingga ia sempat menyerahkan AI untuk disutradarai oleh Spielberg. Namun Spielberg tidak menerima tawaran itu hingga Kubrick tutup usia pada tahun 1999. Naskah AI diangkat dari cerita pendek Brian Aldiss yang berjudul Supertoys Last All Summer Long. Saat Kubrick masih menjadi sutradara AI, cerita pendek itu sebelumnya telah diadaptasi oleh Aldiss sendiri dengan bantuan Bob Shaw, Ian Watson, dan Sara Maitland untuk cerita filmnya. Jadi ketika Spielberg menggantikan posisi Kubrick ia hanya tinggal melengkapi dan mengumpulkan keseluruhan naskah yang telah ada.

AI berlatar dunia futuristik di mana global warming telah mengakibatkan sebagian besar sumber daya manusia untuk bertahan hidup semakin menipis. Saat itu, teknologi yang diciptakan manusia telah mencapai tahap yang tidak pernah dibayangkan sebelmunya, termasuk dalam hal robotik. Professor Hobby (William Hurt) pimpinan perusahaan manufaktur robot Cybertronics menggagas pembiatan robot anak yang memiliki cinta dan kasih sayang tulus dan tak bersyarat seperti halnya cinta anak pada ibunya. Belakangan, penonton akan mengetahui alas an mengapa Hobby begitu semangat dalam proyek ini. Satu spesimen dari generasi pertama robot anak yang bias mencintai ini telah siap digunakan, dan Henry Swinton (Sam Robards), salah satu karyawan Cybertronics memiliki kesemptan pertama untuk menjajalnya. Henry dan istrinya Monica (Frances O’Connor) memang tengah dirundung duka karena Martin (Jake Thomas), anak semata wayang mereka tengah diinkubasi karena satu penyakit langka. Henry kemudian mengambil kesemptan itu dan membawa pulang David (Haley Joel Osment), nama (atau bisa juga disebut merk sepertinya haha) robot anak itu ke rumah. Awalnya Monica takut sekaligus terkejut akan kemiripan David dengan manusia sungguhan. Namun, seiring dengan waktu setelah Monica mengaktifkan fitur kasih sayang David ditambah rasa keibuannya yang terbendung sejak Martin sakit perlahan-lahan menimbulkan kasih sayang yang semakin besar. Hubungan Monica dan David berubah dari canggung menjadi intim selayaknya ibu dan anak.

Kesembuhan dan kepulangan Martin secara tiba-tiba membuat kehadiran David dalam keluarga Swinton sediikit demi sedikit dilupakan, meski Monica masih sangat menyayanginya. Akhirnya karena suatu kejadian yang membahayakan Martin, Monica membuat keputusan nekat: membuang David. Kasih sayang dan cinta David pada Monica yang tak pernah luntur membuatnya berjuang untuk memulai perjalanan mencari Peri Biru yang dapat membuatnya menjadi manusia sesungguhnya seperti dalam kisah Pinocchio yang biasa diceritakan Monica sebelum ia tidur. Dengan menjadi manusia, David berharap Monica mau mencintai dirinya. Ditemani dengan Gigolo Joe (Jude Law), perjuangan David mencari Peri Biru semakin mendebarkan hingga ia menemukan suatu fakta bahwa ia takkan bisa bersama dengan Monica untuk selamanya.

Dari segi plot, AI sangat menarik diikuti dari awal hingga akhir. Pada bagian awal cerita, ada saat-saat di mana David digambarkan menjadi anak yang mulai menyulitkan dan menakutkan, ketika ia melakukan segala cara demi mendapat perhatian Monica dan bersaing dengan Martin. Pada saat itu, tensi cerita menjadi sedikit seperti thriller atau horror. Di lain waktu dan pada hampir keseluruhan cerita, David menjadi robot yang haus akan kasih sayang seorang ibu, hingga membuat siapapun yang menonton merasa iba pada dirinya. Pertemuan David dengan Joe yang membantunya berpetualang mencari petunjuk di mana Peri Biru berada menjadi pelengkap yang menarik sekaligus membuat cerita menjadi dinamis. Joe adalah karakter yang sepertinya memang diciptakan sebagai pelindung David. Ketika Joe sempat membuat ragu dan mematahkan semangat David dengan kata-kata menakutkannya (which is my favorite dialogue) bahwa Peri Biru hanyalah rekayasa manusia yang benci pada robot karena pada akhir zaman hanya robot yang dapat bertahan hidup, ia hanya bermaksud agar David tidak memaksakan kehendaknya yang dirasa mustahil terjadi. Tetapi ketika David mengatakan bahwa ia melihat Peri Biru dan ia akan pergi menemuinya, Joe mendukung keinginan David tersebut.

Ketika pertama kali mennyaksikan AI, saya terkejut dengan akhir ceritanya yang melenceng dari prediksi saya setelah memperhatikan tiga perempat jalinan ceritanya. Saya mengira film ini akan berakhir pada scene di mana David membeku di dasar air, putus asa memohon pada patung yang dikiranya Peri Biru untuk dijadikan manusia sungguhan. Saya mengira itu akan menjadi penutup AI karena sepanjang cerita David beradaa pada posisi yang tidak menguntungkan di tengah ketidakadilan dunia: ia di buang dari keluarga yang dulu membutuhkan sosok anak, ia menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana manusia mempelakukan robot-robot yang dianggap membahayakan saat ia berada di Flesh Fair, ia menerima kenyataan pahit bahwa dirinya tidaklah unik karena Professor Hobby telah memproduksi ratusan unit David lain padahal ia mengira keunikannya-lah yang membuat Monica menyanyangi dirinya. Jadi saya pikir menutup kisah dengan membiarkan David ditelan keputusasaannya memohon pada Peri Biru adalah satu kesimpluan yang paling memungkinkan. Tetapi ternyata saya meleset, karena cerita masih dilanjutkan hingga 2000 tahun kemudian di mana manusia telah musnah dan para robot atau yang dalam film ini disebut mechanical/Mecha telah berevolusi menjadi semacam alien. Mecha yang telah berevolusi tersebut membantu David pulang ke rumah dan bertemu Peri Biru (yang merupakan wujud Mecha yang berevolusi juga). Setelah bertemu Peri Biru pun keinginan David tidak terkabul begitu saja yang justru dapat menghancurkan kesempurnaan plot cerita.

Penutup AI didesain dengan perubahan begitu drastis dibandingkan awal filmnya yang menggambarkan optimisme dunia modern yang serba-bisa memenuhi segala impian menjadi kisah yang penuh akan harapan, kekecewaan, dan kehilangan, menandakan fantasi yang tidak biasa ditemui dalam dunia futuristik dan film sci-fi lainnya. Bahkan dengan penutup sentimental seperti ini, AI bagi sasya dapat pula digolongkan dalam fairy tale. Bagian penutup inilah yang akhirnya membuat saya jatuh cinta pada AI, tidak pernah bosan menontonnya berulang kali.

Selain alur cerita dengan konklusi unik, saya juga menyukai AI karena tokoh protagonisnya yang berwujud robot, bukan manusia. Kebanyakan film sci-fi memasang tokoh manusia sebagai tokoh protagonis sentral. Bahkan bila makhluk selain manusia menjadi pihak yang benar, biasanya sci-fi lain akan tetap memasang karakter “manusia baik” yang berkoalisi dengan makhluk bukan manusia tersebut untuk melawan “manusia jahat” seperti dalam Avatar (2009). Dengan protagonis yang berupa robot, penonton akan diajak untuk merenungi arti kemanusiaan (humanity) dari sudut pandang yang justru bukan dari tokoh manusia. Kondisi ini pada akhirnya menempatkan David, sang robot anak menjadi tokoh yang ironisnya paling manusiawi dibandingkan tokoh-tokoh lainnya dalam film ini.

Kolaborasi antara Kubrick dengan Spielberg dalam AI mau tidak mau akan mengundang penonton (termasuk saya) untuk menebak mana bagian yang digagas Kubrick dan mana milik Spielberg. Tentu saja sebagian besar orang (lagi-lagi, termasuk saya) akan mengira bahwa paruh pertama film yang penuh dengan efek visual mengagumkan dan latar dunia modern nan canggih adalah bagian Kubrick yang dikenal lekat dengan pendekatan kritis akan teknologi, sedangkan paruh akhir film khususnyas epilog ditangani Spielberg yang dikenal sentimental (tengoklah bagaimana ia mendandani Schindler’s List (1993), Saving Private Ryan (1998), Amistad (1997), dan masih banyak lagi). Tetapi tenryata yang terjadi adalah sebaliknya karena Spielberg mengaku bahwa apa yang dikira orang adalah bagian Kubrick adalah hasil kerjanya dan sebaliknya apa yang dikira orang ia kerjakan adalah bagian Kubrick.

Membicarakan sci-fi tentu tidak lengkap tanpa membahas bumbu utama film jenis ini, efek visual. Keptusan Kubrick untuk tidak memulai proses produksi sebelum teknologi perfilman siap menangani efek visual canggih taernyata sangat tepat, karena sepbagaimana penonton bisa lihat sendiri hasil green computer animation yang menakjubkan dan makeup yang mampu membuat tampilan Jude Law layaknya Astroboy. Perhatikan juga robot-robot cacat dengan berbagai bagian tubuh yang hancur dan tak lengkap yang digambarkan secara nyata. Ada robot wanita yang tidak memiliki rahang, robot yang tidak memiliki tangan kemudian menyambungkan tangan dari robot lain, helikopter, mobil, kapal selam futuristik, Rouge City, semuanya melengkapi dan menguatkan kesan high tech.

Hal lain yang tak kalah penting dalam membentuk kesempurnaan AI adalah akting Osment yang sangat brilian. Di sepanjang film, Osment memberikan penampilan primanya dalam memerankan David, robot kecil yang mendambakan kasih sayang ibu dan berjuang dengan gigih mendapatkannya. Osment sangat berhasil mencitrakan David sebagai robot yang kepolosannya tak kalah dibandingkan anak kecil biasa. Cara Osment yang berbicara dengan perlahan dan wajah memelas membuat penampilannya memukau. Saya begitu heran sekaligus sedih ketika Osment tidak masuk nominasi Oscar sebagai Best Actor, padahal bagi saya ia sangat pantas mendapatkan apresiasi seperti itu.

Secara keseluruhan , AI merupakan salah satu sci-fi yang paling memorable bagi saya. Bagi Anda pecinta sci-fi, film ini tidak boleh dilewatkan begitu saja. AI bagi saya adalah jenis film yang tak akan lekang oleh waktu, semakin terlihat sempurna ketika ia semakin banyak ditonton, hingga berulang kali. Wonderful performance from the actors, wonderful story, wonderful visual effects, and wonderful insights so it's 4.5 out of 5 stars for me. Ada yang punya komentar?


Watch this if you liked:
Children of Men (2006)

Director: Alfonso Cuarón
Stars: Julianne Moore, Clive Owen, Chiwetel Ejiofor
Genre: Drama, Adventure, Sci-Fi
Runtime: 109 minutes

Never Let Me Go (2010)

Director: Mark Romanek
Stars: Keira Knightley, Carey Mulligan and Andrew Garfield
Genre: Drama, Fantasy, Romance
Runtime: 103 minutes

4 komentar:

  1. Ini film yang indah dan susah di tebak... Saya baru nonton di tahun 2020 ini

    BalasHapus
  2. Ini film yang indah dan susah di tebak... Saya baru nonton di tahun 2020 ini

    BalasHapus
  3. 11 menit yang lalu saya selesai menonton. Saya menangis sepanjang cerita, tentang David ysng benar² ingin dicintai ibunya.

    BalasHapus