Ketika seseorang memiliki keinginan yang sangat kuat dalam dirinya, satu pertanyaan klasik akan selalu muncul: seberapa jauh ia akan berkorban demi mendapatkan keinginan tersebut? Ada sebagian orang yang bersedia melakukan apapun demi apa yang telah dicita-citakannya, tetapi sebagian lagi memilih untuk menakar terlebih dahulu konsekuensi apa yang akan ia dapatkan dari segala perbuatannya demi mencapai keinginan tersebut. Setiap orang memilih hak menentukan pilihan hidup, termasuk ketika ia memiliki keinginan. Tetapi masalahnya adalah bagaimana jika usaha untuk mendapatkan keinginan itu terbentur dengan etika, norma, dan hak orang lain? Anda bisa melihatnya dalam Extreme Measures (1996).
Dalam Extreme Measures, Anda akan berjumpa dengan karakter Dr. Lawrence Myrick (Gene Hackman), seorang neurologis berprestasi, dikenal luas oleh kalangan dokter, dan memiliki keluarga yang menghormati dirinya. Kehidupan Myrick semakin terlihat sempurna dengan niat mulianya untuk membantu orang-orang yang menderita kelumpuhan karena kerusakan tulang belakang. Niat mulia Dr. Myrick itu ternyata bukan hanya sekedar niat kemanusiaan semata, tetapi juga merupakan ambisi terbesar dalam hidupnya, sebuah impian yang tidak ada yang bisa tidak diwujudkan. Maka, selama bertahun-tahun ia memimpian sebuah penelitian. Ia membenarkan segala cara untuk meraih impiannya itu, termasuk menjadikan para tunawisma sebagai kelinci percobaan penelitiannya. Ia mengorbankan dan mempertaruhkan hidupnya dalam penelitian ini.
Sebagai lawan dari Dr. Myrick, Anda juga akan bertemu dengan Dr. Guy Luthan (Hugh Grant), seorang dokter muda dengan dedikasi tinggi dan pekerja keras. Ia bekerja 90 jam perminggu di rumah sakit yang tak pernah berhenti kebanjiran korban-korban yang memerlukan pertolongan darurat. Hidup Guy tampaknya memang didedikasikan untuk dunia medis, sampai-sampai di tengah kesibukannya itu ia masih sempat mengejar impiannya untuk mendapatkan beasiswa dari universitas. Dalam Extreme Measures, Dr. Guy merupakan tokoh protagonis yang berusaha menghentikan niat mulia yang dilakukan pada jalan yang salah Dr. Myrick.
Cerita berawal ketika pada suatu malam Guy diminta bantuan untuk menangani seorang pasien gawat darurat yang memiliki gejala sangat aneh: detak jantung yang berubah-ubah secara drastis, kejang-kejang, terlihat sangat syok. Pasien itu juga menggunakan gelang rumah sakit yang tak dikenal dan menyebutkan sesuatu yang dikira Guy semacam obat yang sama sekali belum pernah didengarnya. Pasien yang sempat mengaku bernama Claude Minkins itu akhirnya meninggal. Guy yang penasaran dengan pengalaman medis yang sangat aneh itu pun penasaran dan berusaha mencari tahu siapa Claude Minkins, obat apa yang ia ucapkan, dan dari rumah sakit mana ia berasal.
Bagi saya, pembuka film ini cukup baik dan berhasil menstimulasi penonton untuk tetap duduk di tempat dan menunggu kelanjutan jalan ceritanya. Namun, ternyata tensi itu tidak mampu dijaga dengan jalan cerita yang sangat mudah ditebak. Ketika penonton menemukan bahwa Dr. Myrick adalah dalang dari semua kejanggalan itu, tak banyak yang diharapkan dari film berdurasi 118 menit ini. Mungkin sisi menarik yang masih tersisa dan dapat doeksplor lebih jauh adalah menyaksikan bagaimana kehidupan Guy terguncang dan terseret dalam arus ambisi seorang dokter maniak. Guy tak pernah menyangka bahwa niatnya untuk menguak kebobrokan moral seorang dokter ternama justru menyudutkannya menjadi pihak yang serba salah. Niat baiknya itu telah menyebabkan Guy dipecat dari rumah sakit tempatnya bekerja, dijebak dalam kasus kriminal, dan nyawanya terancam setiap saat.
Dengan bermodalkan plot klise dalam genre thriller, penulis naskah Tony Gilroy mengadaptasi novel Michael Palmer dengan judul yang sama menjadi cerita yang miskin akan ketegangan dan teka-teki. Padahal, ide cerita tentang seorang dokter yang menggunakan manusia sebagai objek penelitian sangat potensial, kontroversial, provokatif, dan sangat layak dikembangkan hingga ke level yang dapat menahan nafas setiap penontonnya. Cerita yang tidak dikembangkan dengan baik ini mempersulit sutradara Michael Apted (Coal Miner’s Daughter, Gorillas in the Mist) untuk berkreasi dalam menyajikan rangkaian peritiwa yang menjalin cerita. Tidak ada momen-momen yang dapat mengejutkan penonton, tidak ada adegan yang menimbukan pertanyaan di benak penonton, dan tidak ada akhir cerita yang mengecoh penonton (meski harus diakui dialog antara Dr. Myrick dan Guy di akhir cerita memang thoughtful dan memorable). Semuanya dituturkan (baca: dibocorkan) dengan lugas dan jelas.
Adegan-adegan yang seharusnya dapat meningkatkan tensi cerita justru digambarkan dengan singkat dan hambar, misalnya scene saat Guy mendatangi kelompok underground tunawisma. Sebagai orang luar, seharusnya Guy tidak dengan semudah itu mendapat kepercayaan dari kelompok tersebut, apalagi mengingat bahwa tunawisma adalah orang-orang yang biasa hidup di lingkungan keras jalanan yang tidak mudah menaruh kepercayaan pada orang lain. Hal yang sama juga terjadi dalam scene di mana Jodie (Sarah Jessica Parker) mengaku bahwa ia membantu pelarian Guy, Dr. Myrick seakan pasrah mengetahui ada orang lain yang ingin mengacaukan impiannya. Sbegai karakter yang gigih sejak awal kemunculannya, sikap pasrah itu menimbulkan kecacatan. Apted juga tidak mengoptimalkan karakter-karakter yang seharusnya dapat dilibatkan lebih jauh, seperti Detective Bill Nunn dan tentu saja Jodie.
Dari departemen akting, melihat nama Hugh Grant dalam jajaran casting film thriller rasanya merupakan kesempatan yang cukup langka mengingat ia lebih dikenal sebagai aktor yang memiliki lebih banyak jam terbang di genre drama dan komedi. Namun, sebagai dokter muda yang terperangkap dalam rencana tak bermoral dari sesame dokter, Grant menunjukkan performa yang tak bisa dianggap buruk. Ia mampu menunjukkan karakter yang pantang menyerah demi menegakkan moral meski tertekan dengan permasalahan yang dihadapinya.
Bagi Anda penggemar genre thriller, melewatkan Extreme Measures tidak akan membuat Anda rugi, sebab tidak ada pengalaman spesifik jika Anda menontonnya. Sebuah sajian yang dapat dengan mudah dikesampingkan, 2 out of 5 stars. Ada yang punya komentar?
Watch this if you liked:
Mississippi Burning (1988)
Director: Alan Parker
Stars: Gene Hackman, Willem Dafoe, Frances McDormand
Genre: Drama, Mystery, Thriller
Runtime: 128 minutes
Director: Joel Schumacher
Stars: Matthew McConaughey, Sandra Bullock, Samuel L. Jackson
Genre: Drama, Thriller
Runtime: 149 minutes
Kasus penembakan yang ditangani Jake semakin menyedot perhatian massa dan menyulut datangnya kembali gelombang rasisme setelah beberapa waktu terpendam. Ku Klux Klan mulai ambil bagian dalam masalah ini dan meneror keluarga Jake yang dianggap berkhianat pada sesama kulit putih. Di satu titik, Jake mulai merasa kasus ini merenggut hidupnya, tenaganya, keluarganya, uangnya, waktunya, keselamatan keluarganya, dan terlalu berat serta membahayakan baginya. Jake benar-benar berada dalam posisi sulit...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar