Akhir-akhir ini, wacana pembubaran Front Pembela Islam/FPI, sebuah ormas bernapaskan Islam, kembali bertiup kencang. Berawal dari peristiwa pembubaran paksa acara sosialisasi mengenai hak masyarakat atas pengobatan gratis dan RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang digelar Komisi IX DPR RI di Pakis, Banyuwangi, Jawa Timur oleh sekelompok orang dengan menggunakan berbagai atribut FPI, masalah ini terus bergulir hingga akhirnya, muncul wacana pembubaran FPI. Turut serta dalam acara itu adalah Ketua Komisi IX DPR RI, Ribka Tjiptaning serta dua anggotanya, Rieke Dyah Pitaloka dan Nur Suhud. Massa yang datang menuduh Ribka cs telah menyebarkan ideologi komunis ke masyarakat. Anggapan itu muncul karena di antara peserta sosialisasi ada bekas tapol/napol PKI dan keluarganya.
Ketua FPI Banyuwangi, Aman Faturahman, mengatakan bahwa kegiatan sosialisasi kesehatan gratis dari Komisi IX hanya sebagai kedok, karena mereka ingin menumbuhkan semangat komunisme lagi. (http://www.antaranews.com/berita/1277385567/fpi-bubarkan-sosialisasi-kesehatan-komisi-ix-dpr)
Salah satu tokoh yang vokal menyuarakan pembubaran FPI adalah Ulil Abshar Abdalla, fungsionaris Partai Demokrat. Dalam acara Apa Kabar Indonesia TV One, Ulil mentakan banhwa FPI telah berulang kali melakukan aksi kekerasan, sehingga aksi-aksi FPI telah terpola secara sistematis. Ulil juga mengatakan bahwa meski FPI telah berulang kali diperingatkan oleh beberapa tokoh/ormas Islam lain seperti MUI, PKS, dan Muhammadiyah, FPI tetap "bandel" dan terus melakukan aksi kekerasan.
Talk show yang diwarnai dengan balas-balasan wacana pembubaran masing-masing organisasi ini semakin seru ketika Kabid Nahi Munkar DPP FPI, Munarman balas menjawab bahwa selama ini banyak pihak yang berusaha memfitnah dan membubarkan FPI. Ia mengungkapkan bahwa peristiwa yabfterjadi di Banyuwangi itu bukan disebabkan FPI secara organisasi, karena FPI Banyuwangi telah dibekukan sejak dua bulan lau untuk masa pembinaan. Yang terjadi di sana adalah orang-orang yang berpenampilan menyerupai anggota FPI dan membawa atribut organisasi. Well, menurut saya, itu adalah orang-orang FPI Banyuwangi sendiri, yang meski organisasinya sedang dibekukan, tetap melaksanakan aksi pembubaran sepihak.
Munarman menyatakan banhwa FPI bukanlah organisasi kekerasan, dan setiap tindakan yang akan dilakukan FPI cabang harus dilaporkan terlebih dahulu ke FPI Pusat. Kasus seperti di Depok, Jawa Barat, misalnya adalah kasus individual, buka organisasionalFPI, karena tak ada laporan sama sekali mengenai aksi pembubaran paksa sosialisasi HAM pada para waria tersebut.
Ulil menanggapi pernyataan Munarman tersebut dengan mengatakan bahwa pola-pola tindakan FPI bukan lagi tindakan individual, melainkan sudah secara organisasi.
Tujuan FPI menurut Munarman adalah mendorong dan mengawal polisi/aparat penegak hukum untuk aktif memberantas kejahatan. Standar prosedur FPI adalah mengirimkan usulan kepada kepolisian tentang suatu masalah. Tapi, bisa kita lihat pada kenyataannya, justru FPI seakan-akan memnggantikan posisi polisi, karena sering kali dalam aksinya, FPI malah mengusir polisi dan bertindak sendiri.
Menyimak pendapat-pendapat di atas, tampaknya memang internal control yang menjadi jawaban permasalahan FPI. Banyak anggota-anggota nakal yang perlu ditertibkan. Membentuk serikat yang aktif membela kebenaran tidaklah diharamkan di negeri ini. Namun, tentu saja dalam membentuk organisasi, perlu dicermati cara kerja dan kenggotaannya. Jangan sampai, organisasi massa diidentikkan dengan berbagai hal negatif.
Jadi, kalau semua ormas dikelola dengan baik, tidak perlu ada yang dibubarkan bukan? Justru sinergi dari masyarakat yang tergabung di dalam berbagai ormas diperlukan untuk mencapai kedaulatan sejati. Bagaimana menurut Anda, apakah FPI layak dibubarkan? Ada yang punya komentar?
Talk show yang diwarnai dengan balas-balasan wacana pembubaran masing-masing organisasi ini semakin seru ketika Kabid Nahi Munkar DPP FPI, Munarman balas menjawab bahwa selama ini banyak pihak yang berusaha memfitnah dan membubarkan FPI. Ia mengungkapkan bahwa peristiwa yabfterjadi di Banyuwangi itu bukan disebabkan FPI secara organisasi, karena FPI Banyuwangi telah dibekukan sejak dua bulan lau untuk masa pembinaan. Yang terjadi di sana adalah orang-orang yang berpenampilan menyerupai anggota FPI dan membawa atribut organisasi. Well, menurut saya, itu adalah orang-orang FPI Banyuwangi sendiri, yang meski organisasinya sedang dibekukan, tetap melaksanakan aksi pembubaran sepihak.
Munarman menyatakan banhwa FPI bukanlah organisasi kekerasan, dan setiap tindakan yang akan dilakukan FPI cabang harus dilaporkan terlebih dahulu ke FPI Pusat. Kasus seperti di Depok, Jawa Barat, misalnya adalah kasus individual, buka organisasionalFPI, karena tak ada laporan sama sekali mengenai aksi pembubaran paksa sosialisasi HAM pada para waria tersebut.
Ulil menanggapi pernyataan Munarman tersebut dengan mengatakan bahwa pola-pola tindakan FPI bukan lagi tindakan individual, melainkan sudah secara organisasi.
Tujuan FPI menurut Munarman adalah mendorong dan mengawal polisi/aparat penegak hukum untuk aktif memberantas kejahatan. Standar prosedur FPI adalah mengirimkan usulan kepada kepolisian tentang suatu masalah. Tapi, bisa kita lihat pada kenyataannya, justru FPI seakan-akan memnggantikan posisi polisi, karena sering kali dalam aksinya, FPI malah mengusir polisi dan bertindak sendiri.
Menyimak pendapat-pendapat di atas, tampaknya memang internal control yang menjadi jawaban permasalahan FPI. Banyak anggota-anggota nakal yang perlu ditertibkan. Membentuk serikat yang aktif membela kebenaran tidaklah diharamkan di negeri ini. Namun, tentu saja dalam membentuk organisasi, perlu dicermati cara kerja dan kenggotaannya. Jangan sampai, organisasi massa diidentikkan dengan berbagai hal negatif.
Jadi, kalau semua ormas dikelola dengan baik, tidak perlu ada yang dibubarkan bukan? Justru sinergi dari masyarakat yang tergabung di dalam berbagai ormas diperlukan untuk mencapai kedaulatan sejati. Bagaimana menurut Anda, apakah FPI layak dibubarkan? Ada yang punya komentar?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar