Rabu, 06 Juli 2011

Book Review: To Kill a Mockingbird


My rating: 5 of 5 stars


To Kill a Mockingbird adalah sebuah mahakarya Harper Lee yang telah diangkat ke layar lebar di tahun 1962. Saya sendiri pun mengetahui versi filmnya terlebih dahulu dibanding bukunya, dan ketika membaca novel ini tak heran mengapa filmnya diganjar Best Writing, Screenplay Based on Material from Another Medium di ajang Academy Awards 1963.

Novel ini ditulis dari sudut pandang seorang gadis kecil berumur 8 tahun bernama Scout Finch, putri Atticus Finch, pengacara terkemuka di kotanya. Dengan konflik isu rasial yang sangat kental di Amerika, Scout membawa kisah ini menjadi ringan dan penuh kepolosan. Pembaca akan merasakan bagaimana keluarga Finch yang berkulit putih secara nyata membela seorang pekerja rendahan berkulit hitam bernama Tom Robinson yang terjerat kasus hukum. Akibatnya, keluarga Finch harus menanggung kritik, ancaman, bahkan teror dari warga kulit putih lain yang ironisnya adalah orang-orang yang menghormati keluarga Finch sebelum kasus Tom muncul. Di sinilah kesabaran dan ketulusan keluarga Finch diuji, dan pembaca dapat merasakan dengan gamblang bagaimana situasi sosial yang penuh dengan diskriminasi saat itu di Amerika.

Pembaca juga akan menyelami carut-marut dunia hukum Amerika di masa rasialisme berlangsung, di mana para juri (The Juror) yang semuanya warga kulit putih berusaha mati-matian menjatuhkan terdakwa kulit hitam tanpa peduli bersalah atau tidaknya terdakwa kulit hitam tersebut. Atmosfer diskriminasi juga dengan cakap diciptakan oleh Harper Lee ketika ia menggunakan sapaan Sir untuk kulit putih dan Boy untuk kulit hitam (berapapun usianya) seperti yang memang benar-benar terjadi pada masa lalu.

Menggunakan keahliannya sebagai pengacara, Harper Lee sukses membawa alur kisah ini menjadi menyenangkan, bahkan drama persidangan di pengadilan dapat dilukiskannya dengan sangat jelas. Bagaimana bukti-bukti dan analisis dipaparkan, perdebatan dalam ruang sidang, dan emosi serta perasaan setiap tokoh yang terlibat dalam drama persidangan tersebut diatur dengan sedemikian logis dan nyata.

Di samping beberapa humor yang jenaka dan polos yang bertaburan dalam dialog tokoh-tokohnya, novel ini sarat akan nilai sosial, moral, bahkan religius yang dapat dipetik pembaca. Satu hal lain yang menarik adalah di akhir cerita, pembaca akan dapat menyimpulkan atri dari judul novel ini, To Kill a Mockingbird, lewat sebuah kalimat sederhana yang diucapkan Scout Finch.







3 komentar:

  1. will read it soon ^^ nice ref!

    BalasHapus
  2. Saya ngos-ngosan bacanya. Berat di kepala. Tapi saya akan berusaha lanjut.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semangat menghabiskan bacannya, Sofia. Saya jamin tidak akan menyesal membaca buku yang menurut saya berharga ini. Saya sendiri masih sangat ingat ketika pertama kali selesai membacanya, perlu waktu beberapa hari untuk melepaskan segala emosi dan kontemplasi yang tanpa terasa dihadirkan oleh karya Harper Lee ini. Bagi saya novel ini adalah karya sastra yang sukses memanusiakan manusia.

      Hapus